Tampilkan postingan dengan label english. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label english. Tampilkan semua postingan

Selasa, 16 April 2013

An HR Planning Model for Outsourching



Bagaimana pemimpin bisnis mempertimbangkan isu proses perencanaan workforce pada outsourching dengan menugaskan planner HR dan manajemen secara aktif. Untuk membantu pemimpin dan planner, penulis menawarkan model human resource planning (HRP) yang baru dan menyarankan best practice untuk perencanaan dan implementasi dalam mengatur outsourching. Didasarkan pada theori HRP yang dinamis dan riset pada kasus dan pendekatan outsourching sekarang, penulis menawarkan sebuah roadmap untuk menghadapi tantangan outsourching. Kemudian penulis secara langsung menyarankan untuk riset selanjutnya pada isu outsourching kontemporer.

Pertimbangan ilmiah dan orientasi praktis riset yang telah dilakukan dalam outsourching dan HRP tidak cukup pada atensi untuk membayar HR sebagai aspek outsourching, lebih khusus adalah aturan pada proses HRP. Ada dua cara untuk melihat hubungan antara HRP dan outsourching: 1) Pada HRP model menunjukkan bahwa outsourching merupakan salah satu pendekatan untuk memenuhi permintaan organisasi atas HR. Pada pandangan ini, aturan utama dari outsourching adalah tersedianya HR. Implikasinya bahwa dalam menentukan perencanaan HR berkaitan dengan produk, yang meliputi semua perencanaan HR organisasi. Setelah itu disesuaikan dengan unit bisnis yang spesifik, kebutuhan HR, dan aturan tentang skill HR yang dibutuhkan pada level tertentu. Sebagai hasil dari pemikiran strategic, HR planner sering tidak menyelidiki sampai proses outsourching, sebagai gantinya menawarkan “taktik”. Saat ini, keputusan outsourching biasanya diambil oleh eksekutif bisnis sendiri dari HR planner. Keputusan kebanyakan mengarah pada bisnis yang obyektif seperti mengurangi biaya, meningkatkan fleksibelitas, akses pada teknologi khusus, atau secara simple konsentasi pada core aktivitas outsourching dari bandwith manajemen; 2) Pandangan bisnis dari outsourching dan HRP lebih menekankan pada aturan dari HR planner selama evaluasi dari hubungan outsourching dan mendukung perubahan organisasi sampai selesai. Terdapat perbedaan pandangan dari aturan HR planner dalam mengatur outsourching, lebih kompleks dan nuansa bisnis dapat diabaikan hanya pada risiko mereka. Selain itu, HR planner dapat meningkatkan keterlibatan dan kepemimpinan mereka dalam proses outsourching.

Model HRP Selama Outsourching
HRP yang professional perlu menunjukkan sejumlah poin kunci bagi perusahaannya dalam m empertimbangkan proses, evaluasi, kontrak, inisiatif, transisi, dan memelihara hubungan outsourced. Hal yang sama diaplikasikan untuk oursourching dari beberapa fungsi HR, IT, call center etc, selain itu dapat diaplikasikan pada level dari semua tipe dalam mengatur outsourching: onshore, nearshore, offshore, dan multishore. Lebih jelas lihat gambar berikut.
















Retain Appropiate HT Talent
Yang pertama dan utama, HRP tidak perlu outsourced selama proses outshoucing. Pemikiran yang keliru terhadap asumsi bahwa semua aspek HR dari outsourced workforce tidak diperlukan, dan personnel HR tidak membutuhkan service dari fungsi outsourced. Keputusan dalam jumlah personel HR diperlukan untuk mengontrol dan memonitor kualitas dan jumlah dari workforce pada vendor. Melalui administarsi HR, seperti daftar gaji dan benefit, dapat ditinggalkan dengan outsourced workforce, aspek HR lebih strategic didalam organisasi dan meningkatkan kepentingannya. Aktual, kerja dari HR mungkin lebih kompleks karena “knock-on” dampak untuk mengelola di eksternal, workgorce dimasukkan ke dalam internal organisasi. HR mungkin perlu melihat dalam dan menyesuaikannya dengan struktur organisasi dan profil dari pekerjaan. Aturan HR sebelum, selama, dan setelah transisi outsourching meningkat secara signifikan.

Consider Alternatives to Pure Outsourching    
Mungkin beberapa alternatif untuk outsourching akan mencapai tujuan dan lebih mudah bagi organisasi. Contoh, tujuan kunci dari outsourching seperti menurunkan biaya dan fleksibel, dapat mengatur ketidaktentuan tenaga kerja secara tradisional. Tradisional arrangement meliputi: 1) Float workers, tenaga kerja yang full-time dilatih silang sehingga mereka dapat dikembangkan lagi secara spesifik berdasarkan pekerjaan untuk kebutuhan bisnis. Modal utama digunakan untuk mengatur pembiayaan pada proses operasi yang tinggi permintaan volatilenya day to day, 2) Part time worker, digunakan untuk efisiensi biaya dengan cara me-manage tenaga kerja secara musiman berdasarkan beban kerja, 3) temporary worker, sebagai cara untuk mengefektifkan biaya dengan cara me-maintain fleksibelitas dalam operasi yang volatile. Sewajarnya organisasi ingin memiliki stabilitas dalam jangka waktu yang panjang maka digunakan “temporary labor”, 4) Payrolling and Employee Leasing, adanya transfer sebagian atau semua employee organisasi ke organisasi lain seperti PEO (professional Employee Organization). Motif utamanya adalah untuk memudahkan administasi kerja dari pekerja., dan 5) Independent Contractors, employee individual yang memiliki special perform dengan cara kontrak secara umum high level dalam hal independence, judgment, skill, dan discreation., dan 6) Consultants, yang memiliki keahlian khusus untuk memberikan advice dan biasanya dipinjam sebagai “warm bodies” oleh clientnya.
Pendekatan yang baru muncul untuk merencanakan struktur outsourching adalah: 1) Internal (or captive) share service Center, digunakan oleh beberapa perusahaan seperti GE, Citibank, HP, Microsoft, mereka memiliki offshore pada proses outshourching. Digunakan pada skala internal dengan giving up control dan akses pengetahuan, 2) Join venture and equity partnership, digunakan untuk membangun tonggak/pancang pada waktu yang lama untuk kedua bagian yang berhubungan dan biasanya digunakan sebagai sarana transisi karyawan pada struktur upah yang lebih rendah, 3) Eksternal co-sourching, kelompok dalam perusahaan setuju dengan kelompok operasinya, 4) Vendor co-sourching, perusahaan mempertahankan kontrol proses pada saat melepas detail operasi melalui penyusunan join investment leverage yang paling baik dari kedua partner dan perbedaan risiko serta reward, 5) Re-Badging or resourcing, taktik keterlibatan perusahaan  mentransfer employee kepada vendor selama proses, 6) Employee swapping, dan 7) Busines transformation, vendor melibatkan level strategic dengan client untuk mempengaruhi secara langsung dan mengkontrol outcome bisnis.

Evaluate Vendor organization
HR planner memerlukan pengaruh pada seleksi vendor berlandaskan evaluasi kepantasan dan kemampuan dari organisasi vendor. Pertimbangan dalam memilih partner: 1) Sangat tinggi dalam menghadapi pelanggan dan memerlukan interaksi substansiil dengan mereka, 2) Memerlukan pengetahuan isyarat dari pelanggan, praktek bisnis, atau keterampilan khusus untuk industri domestic, dan 3) Berhubungan dengan control proses atau “real time” lain atau aplikasi dari misi yang kritis. Sebagai alternative melihat perusahaan yang memiliki kapabilitas kerja outsourced yang transaksional: 1) terpisah, kecukupan, dan meliputi interaksi kekurangan yang berkelanjutan, 2) Memerlukan suatu derajat kecakapan teknis yang tinggi pada area teknis yang spesifik yang mungkin sulit tau mahal bagi staf domestic, dan 3) Berhubungan pada proses back-end atau aplikasi yang dapat dilaksanakan untuk mengurangi waktu atau tanpa pengawasan yang tertutup. Sebagai contoh, ketika bank ABN AMRO memutuskan tidak single organisasi vendor apakah cocok dengan kebutuhan, ini dikembangkan secara menyeluruh dalam menyusun multivendor masuk pada onshore dan offshore.

Design the Internal Organization that will manage the vendor
Yang penting tugas bagi HR planner adalah mendesain internal organisasi kedepan untuk monitoring, controlling, dan managing vendor. Dua isu dasar bagi HR planner untuk mempertimbangkan struktur organisasi, skill, dan kompetensi yang diperlukan untuk “memperluas unit proses monitoring” internal. Pilihan yang ada untuk mendesain internal organisasi: 1) Dedicated vendor management unit, spesifik (sering centralized) tanggungjawab grup untuk mengatur hubungan outshourching. Biasanya bagian dari unit fungsional atau bisnis pada proses outsourced dan akan melaporkan kepada kepala unit, 2) Cross functional team, lebih sering outsourcing lupa dipercaya untuk cross-functional team dengan anggota yang ada dengan sebagian perbedaan dari organisasi. Contoh, dalam pengembangan bisnis atau kontrak pembelian negosiasi grup dengan vendor, manajemen proyek menset up area berhubungan dengan perubahan pengelola selanjutnya, dan relevan dengan area manajer unit bisnis atau fungsional pada interaksi day to day. Skil dan kompetensi diperlukan organisasi, dapat mengkalisifikasikan kedalam 2 set dasar: 1) Subject matter expertise, menunjukkan pengetahuan dari operasi, teknologi, atau platform outsouced. 2) Supplier management, menunjukkan skil untuk membangun, me-manage, dan memperhatikan hubungan supplier sementara cukup dengan mengkontrol.

Employ a Phased Approach for Tarnsition
Yang perlu dipelajari oleh perusahaan umumnya untuk maju dalam outsourching adalah pendekatan “big-bank” atau “clean break” untuk menggerakkan kerja sepertiga bagian jangan bekerja kecuali bagi proses yang sepenuhnya off-line, bukan bisnis kritis, yang relatif kecil, dan bukan waktu kritis. Suatu tahapan transisi perlu ketika ada suatu kebutuhan untuk kontinuitas bisnis dan transfer skill serta kesepakatan outsourcing yang besar dan kompleks. Kadang kala transisi mungkin melibatkan lebih dari satu vendor atau konsolidasi kerja dari beberapa vendor menjadi satu. Pencanaan HR dari outsourcing perusahaan meliputi merubah beadcount di semua lokasi dan perusahaan.

Build a Transition Team
HR planner perlu untuk terlibat dalam manyusun secara hatihati tim transisi dan struktur organisasi. Transisi pada proses bisnis dari satu kesatuan kepada yang lain sementara adanya kepastian kontinuitas bisnis yang saling berhubungan. Aturan kunci dan skill meliputi: 1) Executive sponsor, anggota senior dari perusahaan yang bertanggungjawab dan akuntabel untuk memutuskan mensukseskan outsourcing, 2) Engagement/transition manager, seseorang yang menjadi pimpinan tim secara keseluruhan bertanggungjawab untuk membuat dan mengimplementasikan perencanaan manajemen proyek, me-manage tim transisi, memperhatikan arus komunikasi, dan memastikan kontinuitas bisnis, 3) Delivery manager, seseorang yang bertanggungjawab terhadap setting up infrastruktur operasi dan siap menjadi tim vendor, 4) Subject Matter Expert/Technical Advisor, seseorang yang memiliki pengetahuan tentang proses atau teknologi atau infrastruktur dari outsourced, dan 5) Team member, tergantung pada ukuran dan kompoleksitas organisasi proyek. Model governance tersebut konsisten dengan 4 komite yang dibuat oleh perusahaan yang dapat membantu operasi pada interaksi selanjutnya, yaitu: Executive Steering Committee, Operating Committee, Technical Committee, dan Project and Incident Committee.

Build in Continous Improvement and Flexibility
HR planner harus merencanakan kontinuitas peningkatan teknologi baru atau produktivitas pada vendor, juga untuk internal organisasi. Pemimpin harus merubah ukuran workforce, skill, dan kompetensi dari vendor. Perencanaan HR bagi vendor harus memiliki dua komponen sebagai kontingensi dan permintaan “surge” : 1) Base plan: ekspektasi minimum (inti) jumlah sumber daya yang diperlukan beberapa waktu, 2) Contingency plan: range sumber daya yang masih diperlukan yang mungkin akibat  dari seasonallty, husiness cycle, atau peningkatan permintaan yang tak terduga.         

Artikel ini mengusulkan model yang dapat dikembangkan untuk dipertimbangkan selanjutnya pada HRP yang dinamis, perubahan manajemen strategic, dan teori network organisasi. Selain itu direkomendasikan best practice sebagai dasar utama pertimbangan organisasi, dan masing-masing best practice dapat diinvestigasi menggunakan metode riset yang baku. Harapannya model ini menyarankan best practice akan terbukti menjadi roadmap yang berharga bagi pemimpin bisnis dan HR planner.

Aligning strategic Human Resource Management and person environment Fit



James D. Werbel, Samuel M. De-Marie

Focus Strategic Human Resource Management konsisten secara internal  pada praktek HRM untuk membangun pengetahuan tenaga kerja, skill dan kemampuan dalam usaha mendukung strategi kompetitif dan mencapai sasaran bisnis. SHRM  peningkatannya sangat penting dikarenakan manajemen strategi, pengetahuan dasar ekonomi, yang menekankan bahwa tenaga kerja dipertimbangkan untuk menjadi komponen utama bagi mencapai kompetitif advantage. Dalam lingkungan ini, mengadopsi keseuaian praktek HRM  adalah penting untuk memastikan implementasi strategi yang efektif. Praktek HRM menghasilkan prosedur yang secara institusional membnagun pengetahuan tenaga kerja, skill dan kemampuan yang dalam keseluruhan organisasi mempromosikan nilai, keunikan, dan kometensi yang sukar untuk ditiru organisasi yang mendukung keunggulan bersaing.

Resource Based View pada organisasi telah diperoleh dengan meningkatnya poularitas dengan literature strategi. Ini menyimpulkan bahwa perusahaan menciptakan kompetitif advantage yang diimplementasikan dengan kombinasi sumber daya yang unik dan praktek bisnis yang sulit (atau imposible) bagi pesaing untuk meniru. Dari perspektif ini Praktek HR mempunyai potensi untuk menjadi komponen dari keseluruhan strategi  perusahaan. Praktek HR dapat menyediakan peluang kompetitif advantage yang signifikan ketika mereka menggunakan untuk menghasilkan budaya organisasi yang unik (sulit untuk ditiru), bahwa dalam keseluruhan kompetensi institusional organisasi. Budaya organisasi didefenisikan sebagai pembagian kepercayaan yang diset tentang bagaimana sesuatu bekerja nilai yang mengindikasikan apa yang sesuatu berharga, dan norma tentang bagaimana orang mesti bertindak. Budaya organisasi telah ditunjukkan untuk mempunyai hubungan yang kuat terhadap kinerja perusahaan ketika diluruskan dengan nilai dan strtaegi perusahaan.
Bowen dan ostroff (2004) menyoroti 2 kualitas penting pada sebuah budaya organisasi yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk mempunyai competitive advantage yaitu konsistensi dan konsesus. Konsistensi mengacu kepada pesan yang lebih jelas efektif menyampaikan  disertai nilai pada perusahaan. Kedua aspek pada konsistensi adalah bahwa praktek HRM juga membutuhkan sekutu horizontal seperti penilaian kinerja, system kompensasi, dan proses seleksi yang pesan yang sama yang disampaikan tentang apakah penting organisasi.
Konsesus terjadi ketika intenal manajemen menyetujui tentang atribut penting yang dibutuhkan untuk mendukung kompetensi organisasional di organisasi.
Jika ada konsensi dan konsesus , kemudian organisasi lebih menyukai untuk mengembangkan kompetensi organisasional yang fondasinya dibentuk dari kompetitif advantage. Untuk mencapai ini, manajer membutuhkan untuk ppengambilan keputusan yang strategik  tentang apakah penting organisasi. Ini berarti mereka membutuhkan untuk mempertimbangkan bagaimana merak melakukan kompetensi dan mengembangkan sebuah sitem yang dihasilkan oleh orang orang yang secara konsisten sesuai dengan tujuan strategi mereka.

Orang  Lingkungan fit dan strategi Human Resource Management.
PE fit bisa digunakan untuk memandu pengembangan strategi HRM dan menciptkan pesan konsisten yang di bagi oleh semua manajer dalam perusahaan. Dasar perspketif strategi   yang kontingensi, seleksi yang dipilih sesuai fit adalah kritikan untuk mendukung strategy perusahaan dan  akhirnya mencapai kompetitif advantage.  
Pilihan ini kemudian menginformasikan terhadap keputusan yang berhubungan  dengan konsisten tipe praktek strategi HRM dengan keseluruhan budaya dan tujuan organisasi.
PE fit dalam sebuah pekerjaan diset dengan konsentrasi yang sama dalam menghasilkan antara nilai, skill, pengetahuan, dan prilaku. pemberi kerja mungkin bermanfaat yang meliputi tingginya level produktifitas, moral, komitmen organisasi, dan mengingatkan karyawan. Tenaga kerja memanfaatkan hubungan yang besar dengan baik prilaku kerja dan rendahnya level stress kerja. Ini menyarankan bahwa sebuah organisasi  yang sistematis menekankan praktek HR untuk memperkenalkan PE fit yang mungkin mempunyai kompetitif advantage melalui praktek human resource management. Dalam literature PE fit ada tiga tipe dari fit.
  1. person job (PJ) fit, yang lama dan paling secara luas mendiskusikan bentuk PJ fit ini dalam literature HRM. Konsep PJ fit melibatkan kesesuaian skill tenaga kerja, pengetahuan dan kemampuan untuk spesifik perfoming terhadap pekerjaan  yang berhubungan dengan tugasdalam lingkungan kerja. Analisis jabatan kemudian digunakan untuk mengembangkan seleksi yang tepat, orientasi, pengembangan, feed back, dan prosedur reward dalam memastikan bahwa tenaga kerja mempunyai skill, pengetahuan, kemampuan untuk menyelesaikan tugas-tugas pekerjaan. Menggunakan PJ fit dalam HRM masih luas yang kemudian dilengkapi person group (PG)fit.
  2. Person Group (PG)fit, ini keduanya diidentifikasi  sebagai aspek suplemen dan pelengkap dari keperluan fit untuk sukses bekerja dengan co worker dalam sebuah tim kerja. Supplemen fit melibatkan tenaga kerja yang dibagi  atributnya antara anggota group mereka, sedangkan komplemen fit lebih konsen  dengan menyediakan skill dan kemampuan yang tidak secara luas bersama dengan group lain. Dengan kata lain, disimpulkan ketika supplement fit  menyesuaikan antar anggota group, complement fit disimpulkan bahwa setiap anggota group mempunyai kontribusi yang unik yang menghasilkan sinergi dan performance group yang efektif. Konsep PG berfokus pada gabungan dari skill dan prilaku yang mendukung dimensi tugas group keduanya (perbedaan skill)dan dimensi pemeliharaan group (value simililarity) dengan manapun tim kerja yang diberi.
  3. Person Organisasi (PO) fit, konsepnya melibatkan pertemuan minat para tenaga kerja, nilai, dan kebutuhan terhadap budaya organisasi. Sejak PO fit menekankan fit pada budaya organisasi, dialamatkan pada PE fit dari analisis level makro. PO fit menekankan sebuah fit antara tenaga kerja dan proses kerja yang menyebar keseluruh bagian pekerjaan di organisasi.

Operasi PE fit pada analisis level organisasi dan level individu. Analisis di level organisasi, praktek HR dihubungkan pada kedua tipe dari fit yang menyediakan infrastruktur organisasi yang mendukung perbedaan kompetensi organisasi ini. Pada level analisis individu,  PE fit lebih konsen dengan mengidentifikasi atribut individu yang sesuai dalam konteks ini.

Type PE fit dan hubungan vertical
Perbedaan tipe pada PE fit bisa digunakan untuk menciptakan kesejajaran vertical dan horizontal pada strategi human resource management. Ini sangat penting untuk ditunjukkan bagaimana PE fit melakukan ini. Focus pada kesejajaran vertical, tipe fit alah berhubungan terhadap kometensi organisasi yang berbeda. Organisasi menggunakan kompotensi yang unik untuk membentuk dasar dari menciptakan kompetitif  advantages di market place.  Figure 1 mengidentifikasikan 3 klasifikasi unik pada kompetensi organisasi dan jaringan mereka dengan paradigma fit yang terbaik untuk menopang mereka.

Fit antara kompotensi organisasi dan Tipe pada orang   lingkungan fit.
Tipe pada PE fit
Fokus Utama
Level analisis
Kompetensi organisasi
Person Job










Person Group











Person Organisasi
Menyesuaikan tenaga kerja dengan skill, pengetahuan dan kemampuan untuk kinerja yang spesifik yang berhubungan dengan tugas kerja




Menyesuaikan tenaga kerja dengan skill, pengetahuan, dan kemampuan terhadap kebutuhan  komplementary dan supplemen





Menyesuaikan dengan minat tenaga kerja, nilai dan kebutuhan terhadap budaya organisasi
Individual











Group










Organisasi
Dasar fungsional organisasi ; kecakapan teknik kerja secara umum, pengetahuan teknik dlam fungsi kunci  (logistic, IT), atau sector pasar. Tipe implementasi sebagai cost strategi leadership
Innovasi dasar kompetensi ; fleksibel dan meningkatkan pengambilan keputusan tim dengan keputusan desentralisasi. Tipe implementasinya focus sebagai strategi differensiasi
Dasar kompetensi Budaya ; membagikan hubungan nilai dan norma dengan identitas corporate. Bervariasi tapi meli[puti perbedaan dimensi pada customer service, produk inovasi, integritas, penuh kasih saying, konservatif dll. Tipe implementasi sebagai perbedaan strategi yang luas.


Dalam artikel ini diajukan 15 proposisi terkait dengan Person fit :
Proposisi 1 : organisasi menggunakan fungsi sebagai dasar kompetensi yang mungkin menciptakan keunggulan bersaing yang menekankan pada Person Job fit dalam praktek HR mereka
Proposisi 2 : Organisasi menggunakan inovasi sebagai dasar kompetensi yang mungkin menciptakan keunggulan bersaing dengan menekankan pada Person Group Fit dalam praktek HR mereka
Proposisi 3 : organisasi menggunakan budaya sebagai dasar kompetensi yang mungkin menghasilkan keunggulan bersaing dengan menekankan PO fit dalam praktek HR mereka.
Proposisi 4 : organisasi mengadopsi paradigma PJ fit  mungkin untuk menciptakan keunggulan bersaing  dengan menekankan seleksi tenaga kerja yang spesifik didasari pada skill, pengetahuan dan kemampuan.
Proposisi 5 ; organisasi mengadopsi paradigma PG fit  mungkin untuk menciptakan keunggulan bersaing dengan menekankan seleksi tenaga kerja didasari atraksi interpersonal dan didasari perbedaan skill.
Proposisi 6 ;  organisasi mengadopsi paradigma PO fit mungkin untuk menciptakan keunggulan bersaing dengan menekankan seleksi tenaga kerja didasari atas nilai dan ketertarikan.
Proposisi 7 ; organisasi mengadopsi paradigma PJ fit mungkin untuk menciptakan keunggulan bersaing dengan menekankan individu yang dikhususkan memunyai skill teknik training dan pengembangan
Proposisi 8 ; organisasi mengadopsi paradigam PG fit mungkin untuk menciptakan keunggulan bersaing dengan menekankan proses mentoring dan pengembangan kompetensi inti
Proposisi 9  ; organisasi mengadopsi paradigma PO fit mungkin untuk menciptakan keunggulan bersaing dengan menekankan praktek training yang spesifik di perusahaan
Proposisi 10 ; organisasi mengadopsi paradigma PJ fit mungkin untuk menciptakan keunggulan bersaing dengan menekankan indicator job spesifik pada kuantitas dan kualitas terhadap job performance pada penilaian kinerja
Proposisi 11 ; organisasi mengadopsi paradigma PG fit mungkin untuk menciptakan keunggulan bersaing dengan menekankan pada kontribusi pro social individu dan indicator group pada performance qualitas dan kuantitas pada penilaian kinerja
Proposisi 12 ; organisasi mengadopsi paradigma PO fit mungkin untuk menciptakan keunggulan bersaing dengan menekankan indicator prilaku pada nilai lintas organisasi
Proposisi 13 ; organisasi mengadopsi paradigma PJ fit mungkin untuk menciptakan keunggulan bersaing dengan menawarkan system insentif individu dan mempunyai variabilitas yang tinggi  pada upah dasar dengan serupa klasifikasi pekerjaan
Proposisi 14 ; organisasi mengadopsi paradigma PG fit mungkin untuk menciptkan keunggulan bersaing dengan menawarkan system insentif group, mempunyai variabilitas yang rendah pda upah dasar dengan menyamakan klasifikasi jabatan dan menggunakan skill sebagai gaji dasar.
Proposisi 15 ; organisasi mengadopsi paradigma PO fit mungkin untuk menciptakan keunggulan bersaing dengan menawarkan system insentif luas organisasi dan upah dasar yang berbeda yng mungkin untuk banyak mempengaruhi level manajer dalam organisasi    

The Complex Resource-based view:implications for theory and practice in strategic human resources management (Barry A. Colbert)




SHRM telah diprediksikan dalam dua tuntutan fundamental :
1.      Ide bahwa HR organisasi merupakan kritik stragtegi yang penting- skill, perilaku dan interaksi pekerja,keduanya potensial dalam memberikan dasar formula penerapan strategi.
2.      Diaykini bahwa praktek HRM perusahaan merupakan instrument dalam kemampuan mengembangkan strategi,hal ini merupakan kumpulan human resources.

Sebuah dasar teoritikal yang lebih kuat telah membantu untuk mengaskan tuntutan yang pertama,dilanjutkan yang kedua dan meningkatkan fokus dan efektifitas penelitian dan praktek HRM, dan hal ini dapat membantu perusahaan untuk lebih mengembangkan keefektian konteks bagian operasi.
Paper ini menyampaikan RBV dengan mengingat aspeknya yang sulit melalui lensa kompleksitas (Kauffman,1992) Kompleksitas merupakan bidang penelitian meliputi studi kompleks system adaptif, dalam beberapa yang dapat dilihat pada: ekonomi, ekosistem, termodinamikal system atau alogaritma pada computer.Tujuan paper ini menyampaikan implikasi untuk penelitian dan praktek suatu SHRM yang kompleks, perluasan system RBV.Penulis menunjukkan konsep kompleksitas yang  meluruskan secara baik dengan beberapa kritikal aspek yang sulit dalam RBV ,seperti causal ambiguity,social complexity,and system-level resources, explicitly invinite a more complex,less reductive view of organization.dua factor penting :pertama, hal ini mengizinkan kita untuk reframe RBV dalam suatu cara yang menerima beberapa aspek strategic yang penting. Kedua,ini merupakan kumpulan dasar untuk integrasi kompleksitas dalam mode teori yang umum dalam SHRM..

APPLIED DOMAIN :SHRM
Key Question in SHRM
Apa efek praktek HR dalam pengembangan human resources perusahaan? Praktek HR yang mana dapat memberikan kinerja organisasi yang lebih besar? Untuk tingkat apa tergantung pada strategi perusahaan? Bagaimana perusahaan memastikan praktek HR nya fit dengan strateginya? Bagaimana memastikan bahwa praktek individunya fit antara satu dengan yang lain? Harus bagaimana atribut perusahaan yang berdasar human resources selalu sejalan dengan strategi prioritas, atau dapatkah stock skill knowledge, dan interaksi mendorong pada tujuan strategi?

The RBV: An integrating Ground for SHRM
RBV telah mambantu membangaun sebuah produktivitas jembatan teoritikal antara bidang strategi dan HRM dan ini sebagai sebuah latar belakang atau mengintegrasi dasar yang beerlawanan pada teori SHRM dan riset yag dijelaskan
RBV menyatakan bahwa mengembangkan kompetitiva advantage sebuah perusahaan tidak hanya mengembangkan, mengkombinasikan dna secara efektif menyebarkan physical, human dan sumberdaya perusahaan yang menambah nilai keunikan dan sulit untuk ditiru competitor.Banyak resource-based berargumen bahwa sumberdaya manusia hal yang sulit difahami dan ditiru competitor.hubungan yang kuat dan nnyata untuk RBV pada bidang SHRM dalam dua cara 1) hal ini merupkan bagian peran SDM dalam pertanyaan strategi, meningkatkan pentingnya riset dan praktek SHRM.2) Hal ini mendorong lebih relevan untuk HRM,

Diemensi teori SHRM
Pertama,ide implicit pada bidang SHRM.Delery dan Doty(1996) mengidentifikasi tiga mode-universal,kontingensi dan konfigurasi- dapat dilihat pada batasan riset. Explicit dijawab oleh penulis yang respektif.
Kedua konsep merupakan satu level abstraksi dalam system HR, meliputi prinsip,aturan dan praktek. Deangan membawa kedua konsep bersama pada latar belakan RBV, kita dapat mengidentifikasi ruang untuk kontribusi ide dari kompleksitas.

Modes of Theorizing in HR Research

Universalistic perspektif
Menurut pendekatan universalistic,”strategi praktek HR” ang ditemukan untuk seccara konsisten dapat menghasilkan kinerja organisasi yang lebih tinggi, independent pada strategi organisasi.
Riset menurut perspektif ini telah penting untuk mengidentifikasi praktek HR lain yang pantas, tetapi hal ini tidak memberi kontribusi yanglebih banyak pada strategi HRM, Jika kita mengambil strategic untuk mengartikan praktek yang berbeda perusahan dengan industri dan yang dapat mempertahankan keunggulan kompetitif.

Contingensi  perspektif
Kontingensi perspektif menggambarkan garis kausal dari aturan dan praktek HR untuk metrics kinerja organisasi dal hal ini untuk memoderasi efek strategi.

Konfigurasional perspektif
Konfigurasi perspektiffokus pada pola praktek HR yang bersama-sama membentuk internal konsistensi dan menggambarkan sebuah korelasi antara pola dan kinerja organisasi tersebut.    
 













STRATEGIC HUMAN RESOURCE PRACTICE, TOP MANAGEMENT, TEAM SOCIAL NETWORK AND FIRM PERFORMANCE: THE ROLE OF HUMAN RESOURCE PRACTICE IN CREATING ORGANIZATIONAL COMPETITIVE ADVANTAGE



Tujuan artikel : menganalisa hubungan antara serangkaian praktik SDM dalam membangun jaringan/hubungan social aspek jaringan social eksternal dan internal top manajemen dan kinerja perusahaan.
Hasil studi : hubungan antara praktik-praktik SDM dan kinerja perusahaan termediasi memlalui jaringan sosisal yang dibangun oleh top manajemen.
Latar belakang.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa sistem dan praktik MSDM dapat meningkatkan kinerja perusahaan dan kemudian dapat menjadi sumber competitive advantage yang berkelanjutan karena SDM memiliki sifat yang unik, casually ambiguous, dan susah ditiru. Praktik-praktik SDM benar-benar menjadi sumber competitive advantage ketika dapat mendukung dan menciptakan kompetensi yang dapat menghasilkan nilai bagi perusahaan. Kemampuan menciptakan dan mengelola informasi yang dilakukan oleh top manajemen (baik ke dalam/keluar) merupakan sumber competitive advantage untuk perusahaan yang high-tech.
Dalam kondisi seperti sekarang kecepatan dan kualitas pengambilan keputusan sangat tergantung pada kemampuan dalam memanfaatkan real-time informasi. Atas dasar itu, penulis berargumen bahwa jaringan sosial yang dimiliki oleh top manajemen dapat menjadi mediasi bagi terciptanya competitive advantage dan kinerja perusahaan.
Pengembangan hipotesis
Semakin luas jangkauan jaringan social maka semakin baik. (dasar hipotesis 1 dan 2)
Praktik MSDM seperti pemberian penghargaan, insentif bagi anggota yang mau membangun jaringan (komunikasi) social akan memotivasi mereka untuk semakin memperluas jaringan komunikasinya. ( dasar hipotesis 3 dan 4)
Akhirnya, Hubungan/jaringan social dapat meningkatkan kinerja perusahaan (dasar hipotesis 5)

Metodologi
-          Populasi : CEO perusahaan high-tech
-          Data : diambil melalui kuisioner yang diberikan terhadap para CEO
Hasil
-          hipotesis 1 dan 2 : didukung sebagian
-          hipotesis 3 dan 4 : sebagian besar terdukung
-          hipotesis 5 : terdukung

Diskusi dan saran
-          Penelitian menunjukkan bahwa pengaruh mediasi TMT network terhadap sales growth (sbg salah satu ukuran kinerja perusahaan) lebih kecil dibandingkan dengan pengaruh pemberian insentif yang didasarkan pada kinerja organisasi.
-          Praktik HR yang memberikan competitive advantage dapat diciptakan melalui proses pengembangan dan reinforcing employee based resources.
-          Di masa depan SHRM harus tetap memperhatikan employee-based dan kapabilitas perusahaan yang dapat memediasi antara praktik HR dan kinerja perusahaan.
-          Dalam membangun dan memotivasi terciptanya TMT network yang baik sebaiknya focus pada aspek tertentu saja (misalnya dengan memberi insentif berdasarkan performance) daripada yang bersifat umum.

Keterbatasan
-          Hipotesis hanya diuji pada sample yang relative kecil
-          Model  penelitian belum tentu cocok untuk industri yang low-technology
-          Penelitian hanya dilakukan pada kelompok tertentu saja. DHI para CEO
-          Setting waktu penelitian bersifat concurrent.

Business Strategy, Human Resources, Labour Market Flexibility and Competitive Advantage



Jonathan Michie
Birmingham Business School, Birmingham
Maura Sheehan
Graduate School of Management, University of Dallas



A broad consensus has emerged on the positive relationship between the use of human resource policies and corporate performance. It is argued that HR policies that are consistent with the firm’s strategy – strategic human resource management (SHRM) – are more effective (Miles and Snow et al 1984). In addition, labour market deregulation and flexibility are regarded as key determinants of national competitiveness and successful corporate performance. This paper examines:
a) The effects of HR policy on firm performance
b) The links between strategy, HR and the use of flexible employment contracts
c) The moderating effects of strategy on the links between HR, flexible labour and performance
The link between strategy and HR management
a)      best practice (universalistic perspective) – may be embodied in a variety of concrete and detailed HR techniques or practices that will encourage sharing of information within the organization
b)      The contingency approach argues that to be effective, HR policies and practices must be consistent with the strategy being implemented (Miles and Snow 1978, 1984. Guthrie et al., 2002). Business performance will be improved when there is consistency (fit) between business strategy and HR policies.
c)      The configurational approach differs from the “best practice” and contingency theories by being guided by a holistic approach to inquiry and adopting the systems assumption of “equifinality” configurational SHRM is concerned with the “pattern of planned human resource deployments and activities intended to enable an organization to achieve its goals” (Wright and McMahan, 1992: 298). The configurational approach suggests that the firm must develop HR as a system so that both horizontal and vertical consistency can be achieved. The configurational perspective suggests that improved performance will occur only when “vertical” or external consistency and “horizontal” or internal consistency are achieved.

Competitive Strategies
Porter describes competitive advantage as the “essence of competitive strategy” and proposes three strategies that companies can use to this advantage: innovation, quality enhancement and cost reduction. In companies pursuing a cost based strategy, the logical approach to HR strategy would be to emphasize numerical flexibility and wage cost minimization. In such situation, the values and goals imbued within HR would be consistent with the organization’s primary cost reduction goals (Hogue, 1999: 421)


Labour market flexibility and corporate performance
Labour market deregulation has been regarded as playing a key role in the drive for a competitive, flexible economy. On the one hand, the use of flexible work practices can result in savings on wage costs. First, work may be hired and paid for only if there is work to be done. Second, “flexible” workers on average earn less than comparable tenured workers and are not entitled to the benefits of that tenured workers receive, in addition, “the decisions to hire new workers is taken more easily if workers can be fired more flexibly under the adverse circumstances. In this way, part of the entrepreneurial risk is shifted to employees thus making job creation easier (Kleinknecht et al., 1997:2)

In addition, if the time horizons of firms become shortened, the pursuit of what economists would characterize as “efficiency gains” may come to dominate other sorts of gains to be had from innovation and technological progress. This becomes problematic if the pursuit of short-term efficiency gains reduces the potential of the system for economic progress (Kleinknecht, 1998; Michie and Prendergast, 1998).

For firm-level analysis, such flexible work practices are often placed into the following broad areas:
  1. Numerical flexibility – is the ability of firms to vary the amount of labour employed, by making use of part-time, temporary and seasonal employees, short-term contracts, agency labour, freelance work and homework or out work. The use of this type of labour is commonly referred to as “flexible employment contracts or contingent labour.
  2. Functional flexibility – the ability to move workers from one task to another.
  3. Wage or reward flexibility – having payment systems in place that encourage and reward improved performance (for example, performance-related pay.
Whether or not a firm use the types of flexible practices outlined is likely to reflect a strategic decision made by management. In other words, the use of flexible employment is likely related to – contingent upon – the firm’s competitive strategy. In particular, firms that are pursuing a cost-based strategy will be more likely to use flexible labour compared to firms pursuing an “innovator/quality –enhancer approach.


Conclusion
One of the aims of managers who invest in “progressive” HR practices will be to achieve improved corporate performance. If successful, the costs of such policies can, of course be recouped. A pertinent question then tends to be what sort of strategy their firm should be pursuing. Additionally, how much should be invested in HR practices. The degree to which the adoption of HR practices will indeed improve corporate performance – in statistical terms, the size and significance of the effect – will vary according to a range of factors one being the strategy that the firm adopts. It may pursue “high road” strategy of investing in progressive HR practices in order to motivate the workforce, to enhance their technical abilities and to provide opportunities for them to work more productively. In such situations, HR investment will be positively correlated with productivity and profitability

Alternatively, the firm may choose a low road, cost cutting strategy. For firms pursuing this type of strategies, it is unlikely that there will be a high level of investment in HR. in addition, where such HR practices are pursued, while there is evidence of “best practice” – meaning that investment in HR in general, especially in a number of policies, is correlated with performance - such investments are less likely to be more correlated with statistically significantly improved outcomes than in the case of for firms pursuing quality and innovation strategies.
There is a reason to believe that the costs of investing in HR practices will be recouped through improved performance. However, for this to happen requires not just that the HR practices lead to higher levels of commitment and motivation among staff, it is also necessary for this to be matched, first by the skills to work more productively and, also, by the opportunities to put those skills and motivation to good effect. For these three factors to be present – motivation, skills and opportunities – HR practices must be pursued as coherent packages, and combined with appropriate work organization. The decisions from HR should be consistent and coherent. And second, where investment in HR practices is appropriate, the degree to which this investment will pay dividends depends in part on an appropriate bundling of such practices.

Strategic Human Resource Practice, Top Management, Team Social Network and Firm Performance: The Role of Human Resource Practice in Creating Organizational Competitive Advantage



Christopher J. Collins
Cornell University
Kevin D. Clark
Villanova University


Tujuan artikel : menganalisa hubungan antara serangkaian praktik SDM dalam membangun jaringan/hubungan social aspek jaringan social eksternal dan internal top manajemen dan kinerja perusahaan.

Hasil studi : hubungan antara praktik-praktik SDM dan kinerja perusahaan termediasi memlalui jaringan sosisal yang dibangun oleh top manajemen.

Latar belakang.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa sistem dan praktik MSDM dapat meningkatkan kinerja perusahaan dan kemudian dapat menjadi sumber competitive advantage yang berkelanjutan karena SDM memiliki sifat yang unik, casually ambiguous, dan susah ditiru. Praktik-praktik SDM benar-benar menjadi sumber competitive advantage ketika dapat mendukung dan menciptakan kompetensi yang dapat menghasilkan nilai bagi perusahaan. Kemampuan menciptakan dan mengelola informasi yang dilakukan oleh top manajemen (baik ke dalam/keluar) merupakan sumber competitive advantage untuk perusahaan yang high-tech.
Dalam kondisi seperti sekarang kecepatan dan kualitas pengambilan keputusan sangat tergantung pada kemampuan dalam memanfaatkan real-time informasi. Atas dasar itu, penulis berargumen bahwa jaringan sosial yang dimiliki oleh top manajemen dapat menjadi mediasi bagi terciptanya competitive advantage dan kinerja perusahaan.

Pengembangan hipotesis
Semakin luas jangkauan jaringan social maka semakin baik. (dasar hipotesis 1 dan 2)
Praktik MSDM seperti pemberian penghargaan, insentif bagi anggota yang mau membangun jaringan (komunikasi) social akan memotivasi mereka untuk semakin memperluas jaringan komunikasinya. ( dasar hipotesis 3 dan 4)
Akhirnya, Hubungan/jaringan social dapat meningkatkan kinerja perusahaan (dasar hipotesis 5)

Metodologi
-          Populasi : CEO perusahaan high-tech
-          Data : diambil melalui kuisioner yang diberikan terhadap para CEO
Hasil
-          hipotesis 1 dan 2 : didukung sebagian
-          hipotesis 3 dan 4 : sebagian besar terdukung
-          hipotesis 5 : terdukung

Diskusi dan saran
-          Penelitian menunjukkan bahwa pengaruh mediasi TMT network terhadap sales growth (sbg salah satu ukuran kinerja perusahaan) lebih kecil dibandingkan dengan pengaruh pemberian insentif yang didasarkan pada kinerja organisasi.
-          Praktik HR yang memberikan competitive advantage dapat diciptakan melalui proses pengembangan dan reinforcing employee based resources.
-          Di masa depan SHRM harus tetap memperhatikan employee-based dan kapabilitas perusahaan yang dapat memediasi antara praktik HR dan kinerja perusahaan.
-          Dalam membangun dan memotivasi terciptanya TMT network yang baik sebaiknya focus pada aspek tertentu saja (misalnya dengan memberi insentif berdasarkan performance) daripada yang bersifat umum.

Keterbatasan
-          Hipotesis hanya diuji pada sample yang relative kecil
-          Model  penelitian belum tentu cocok untuk industri yang low-technology
-          Penelitian hanya dilakukan pada kelompok tertentu saja. DHI para CEO
-          Setting waktu penelitian bersifat concurrent.

The Complex Resource-based View: Implications for Theory and Practice in Strategic Human Resources Management




Barry A. Colbert
York University


SHRM telah diprediksikan dalam dua tuntutan fundamental :
1.Ide bahwa HR organisasi merupakan kritik stragtegi yang penting- skill, perilaku dan interaksi pekerja,keduanya potensial dalam memberikan dasar formula penerapan strategi.
2.Diaykini bahwa praktek HRM perusahaan merupakan instrument dalam kemampuan mengembangkan strategi,hal ini merupakan kumpulan human resources.

Sebuah dasar teoritikal yang lebih kuat telah membantu untuk mengaskan tuntutan yang pertama,dilanjutkan yang kedua dan meningkatkan fokus dan efektifitas penelitian dan praktek HRM, dan hal ini dapat membantu perusahaan untuk lebih mengembangkan keefektian konteks bagian operasi.
Paper ini menyampaikan RBV dengan mengingat aspeknya yang sulit melalui lensa kompleksitas (Kauffman,1992) Kompleksitas merupakan bidang penelitian meliputi studi kompleks system adaptif, dalam beberapa yang dapat dilihat pada: ekonomi, ekosistem, termodinamikal system atau alogaritma pada computer.Tujuan paper ini menyampaikan implikasi untuk penelitian dan praktek suatu SHRM yang kompleks, perluasan system RBV.Penulis menunjukkan konsep kompleksitas yang  meluruskan secara baik dengan beberapa kritikal aspek yang sulit dalam RBV,seperti causal ambiguity,social complexity,and system-level resources, explicitly invinite a more complex,less reductive view of organization.dua factor penting :pertama, hal ini mengizinkan kita untuk reframe RBV dalam suatu cara yang menerima beberapa aspek strategic yang penting. Kedua,ini merupakan kumpulan dasar untuk integrasi kompleksitas dalam mode teori yang umum dalam SHRM..

APPLIED DOMAIN :SHRM
Key Question in SHRM
Apa efek praktek HR dalam pengembangan human resources perusahaan? Praktek HR yang mana dapat memberikan kinerja organisasi yang lebih besar? Untuk tingkat apa tergantung pada strategi perusahaan? Bagaimana perusahaan memastikan praktek HR nya fit dengan strateginya? Bagaimana memastikan bahwa praktek individunya fit antara satu dengan yang lain? Harus bagaimana atribut perusahaan yang berdasar human resources selalu sejalan dengan strategi prioritas, atau dapatkah stock skill knowledge, dan interaksi mendorong pada tujuan strategi?

The RBV: An integrating Ground for SHRM
RBV telah mambantu membangaun sebuah produktivitas jembatan teoritikal antara bidang strategi dan HRM dan ini sebagai sebuah latar belakang atau mengintegrasi dasar yang beerlawanan pada teori SHRM dan riset yag dijelaskan
RBV menyatakan bahwa mengembangkan kompetitive advantage sebuah perusahaan tidak hanya mengembangkan, mengkombinasikan dna secara efektif menyebarkan physical, human dan sumberdaya perusahaan yang menambah nilai keunikan dan sulit untuk ditiru competitor.Banyak resource-based berargumen bahwa sumberdaya manusia hal yang sulit difahami dan ditiru competitor.hubungan yang kuat dan nnyata untuk RBV pada bidang SHRM dalam dua cara 1) hal ini merupkan bagian peran SDM dalam pertanyaan strategi, meningkatkan pentingnya riset dan praktek SHRM.2) Hal ini mendorong lebih relevan untuk HRM,

Diemensi teori SHRM
Pertama,ide implicit pada bidang SHRM.Delery dan Doty(1996) mengidentifikasi tiga mode-universal,kontingensi dan konfigurasi- dapat dilihat pada batasan riset. Explicit dijawab oleh penulis yang respektif.
Kedua konsep merupakan satu level abstraksi dalam system HR, meliputi prinsip,aturan dan praktek. Deangan membawa kedua konsep bersama pada latar belakan RBV, kita dapat mengidentifikasi ruang untuk kontribusi ide dari kompleksitas.

Modes of Theorizing in HR Research

Universalistic perspektif
Menurut pendekatan universalistic,”strategi praktek HR” ang ditemukan untuk seccara konsisten dapat menghasilkan kinerja organisasi yang lebih tinggi, independent pada strategi organisasi.
Riset menurut perspektif ini telah penting untuk mengidentifikasi praktek HR lain yang pantas, tetapi hal ini tidak memberi kontribusi yanglebih banyak pada strategi HRM, Jika kita mengambil strategic untuk mengartikan praktek yang berbeda perusahan dengan industri dan yang dapat mempertahankan keunggulan kompetitif.

Contingensi  perspektif
Kontingensi perspektif menggambarkan garis kausal dari aturan dan praktek HR untuk metrics kinerja organisasi dal hal ini untuk memoderasi efek strategi.
Konfigurasional perspektif
Konfigurasi perspektiffokus pada pola praktek HR yang bersama-sama membentuk internal konsistensi dan menggambarkan sebuah korelasi antara pola dan kinerja organisasi tersebut. 

Opportunities for extending the RBV and SHRM
Ketika RBV fokus pada perhatian sumberdaya perusahaan dan menyediakan sebagai dasar integrasi untuk teori dan praktek, hal ini  keterbatasan yang serius untuk bidang ini : ini menawarkan sedikit yang eksplisit, pada cara pandang manager, ini tidak menjawab pertanyaan “bagaimana” central untuk SHRM.dalam menilai isu yang fi untuk SHRM. Delery mengatakan bahwa “selama RBV memberikan dampak yang baik, menjelaskan pentingnya sumberdaya manusia untuk kompetitif perusahaan, hal ini tidak secara special deal dengan bagaimana organisasi dapat berkembang dan mendukung sumberdayanya yang dibutuhkan untuk keunggulan bersaing (1998:290).
Sekarang mereview kontribusi RBV pada penelitian SHRM,Wright et.al.menyimpulkan bahwa mengambil RBV lebih dalam pada penelitian SHRM “memerlukan pengakuan bahwa tidak dapat ditiru kompetensi organisasi dapat mencegah dari tidak dapat diobservasi(causal ambiguity), complexity (social complexity) dan/atau menekan keidakekonomisan (path dependence)”(2001:709). Tantangan bagi peneliti dan manager adalah untuk mencari level prescripsi bahwa mempertahankan niali strategic RBV tanpa mencurugai nilai intinya.
Empat aspek penting yang diidentifikasi pada strategi SHRM:
  1. Fokus pada kreatif sebaik adaptive aspek RBV
  2. Secara pusat pada komleksity dan ambiguity pada pemikirannya
  3. pentingnya disequilibrium, dynamism dan path dependence
  4. Ide tingkat karakteristik system
Hal ini empat kritikal tetapi aspek yang sulit dalm RBV, secara general dan dapat diterapkan pada SHRM, bahwa konsep dari kompleksitas yang terbaik. Mengikuti sesi selanjutnya penulis secara jelas mengelaborasi masin-masing aspek itu kedalam aspek dasar untuk integrasi ide dari kompleksitas system
  1. Focus on creativity and adptivity
  2. Centrality of complecsity and causal ambiguity
  3. importance disequilibrium, dynamism and path dependence
  4. Idea of system-level characteristic

Complexity as an extension of the RBV
Tdak ada satu kesatuan teori complexity. Complexity teori secara general menunjukkan batasan kerja bidang ini sebagai teori yang kacau,sibernatic dan dynamic system teori. Meliputi ilmu complexity,tetapi tidak ada batasan, studi kompleks system (CAS)- system yang ditandai dengan hubungan jaringan yang independent, interdependen dan berlapis-lapis. Dengan kata lain “complex adaptive system” adalah signifikan. Complex diartikan lebih dari complicated, ini menggambarkan sebuah system dengan komponen agen operasi dengan beberapa pengukuran otonomi baik dalam hubungannya dengan komponen yang lain- ini adalah independently dan interdependently.
Pada umumnya, CAS merupakan terdiri dari :
“Beberapa agen, yang masing-masing berjalan menurut prinsipnya sendiri pada interaksi local. Tidak ada agen individu,atau agen group,menentukan pola perilaku system sebagai bagian yang diperlihatkan atau bagaimana menyusun pola tersebut, dan juga sesuatu yang diluar system”
Complex system merupakan karakteristik dua fitur :1) sejumlah agen interaksi dan 2) Adanya perubahan,timbulnya property yang dapat diobservasi-penampilan bentuk/pola karena perilaku komponen sistem yang kompleks (Morel &Ramanujam,1999).

Complex RBV:Heuristics for building system-level resources
Pendukung RBV mengatakan bahwa aliran keunggulan bersaing dari potensi kreatif yang tersembunyi dan kemampuan idiosyncratic (synchronous dengan konteks spesifik) dan bahwa strategi sumberdaya harus dapat bernilai,jarang,tidak dapat ditiru dan organizationally lavarage (Barney &Wright,1998). Complex RBV fokus pada proses kompleks yang membangun tingkat system sumberdaya sepanjang waktu. Nilai sumberdaya didasari pada sincronisitty mereka dengan konteks operasi perusahaan; mereka tidak dapat ditiru telah dilindungi karena mereka tidak dapat dilekatkan keamanan pada interaksi yang kompleks dalam organisasi. Management heuristics digambarkan dari kompleksitas dapat mempengaruhi membangun system organisasi dan mempengaruhi strategi sumberdaya. Pendapat organisasi sendiri dalam frame komplexitas kita bertanya untuk berfikir sebuah organisasi pada orientasi sedikit cara dan mengakui bahwa system social organisasi merupakan konstruksi yang diterapkan antara tujuan,pilihan dan tindakan semua pelaku organisasi.
 

Complexity Applied in SHRM
Figure 1 dibawah menjelaskan hubungan framework untuk menggambarkan SHRM lebih cepat.mode teori, dengan menambahkan frame complexity,keastuan tingkat abstraksi.RBV menunjukkan baik sebagai dasar mengintegrasi untuk berbagai macam mode teori.Diucapkan dalam RBV dengan tingkat yang lebih tinggi (lebih dari general, lebih abstrak) tujuan …..

Menambah sebuah complexity view untuk memperluas batasana konsiderasi HR system dimana domain system interaksi menyebabkan diterima sebagai kritikal dan menganjurkan bahwa property dan dynamic system itu kompleks, tidak dapat diprediksi,dan terkadang tidak dapat diperkecil lagi bagian komponennya. Sehingga melakukan analogical abstraction dengan harapan kita memasuki tingkat abstraksi yang tepat-dalam kasus ini tingkat prinsip. Prescription disini difokuskan pada prinsip proses :management heuristics untuk memelihara kehidupan kompleks system.


Implication for SHRM Research
Prinsip  dapat menjadi explicit atau diterapkan tergantung pada sophistication system HR perusahaan. Prinsip dalam tindakan dapat dinilai untuk “complexity content” framework yang disarankan dalam artikel ini  menjelaskan relative  perilaku yang muncul dan mmenyesuaikan diri pada kondisi yang sekarang. Data kualitatif dari pelaku dalam perusahaan dapat digunakan membentuk persepsi kolektif strategi sumberdaya dan nilai mereka untuk kinerja perusahaan, kelangkan mereka dan mengkontribusi pada keadaan agar mereka tidak dapat ditiru, tanpa mencoba untuk memecahakan secara analitikal causal ambiguity.perbandingan data kualitatif dan kuantitatif dalam tingkat kinerja perusahaan yang tinggi dan rendah pada industri yang sama dapat dibentuk untuk tes secara general dan untuk membantu konstruksi yang lebih spesifik.
Lebih signifikan dan dapat digeneralisasikan studi ini tidak hanya bagian prinsip mereka tetapi proses dalam perusahaan dalam membuat prinsip (ex: siapa yang dilibatkan,kapan batasan waktu,melalui apa dialogic prosesnya dan inputnya berdasarkan apa) dan proses selanjutnya mengartikan prinsip tersebut pada aturan HR dan praktek. The dynamic capabilities view, penekanan yang lebih cepat,dapat lebih penting diterapkan menggunakan framework yang telah dipaparkan disini, dengan satu fokus pada prinsip HR, peneliti mendokumentasikan pembuatan prinsip dan interpretasi proses sebagai strategi kemampuan dynamic. Proses tersebut merupakan kombinasi dari intention, pilihan dan tindakan agen dalam dan luar perusahaan yang mengarahkan pengembangan HR system sepanjang waktu,sepanjang jalur bahwa unik dan idiosyncratic untuk operasi lingkungannya- sebuah pendekatan RBV yang kompleks menuju pada pertanyaan “bagaimana” sehingga penting bagi SHRM.

Conclusion
Tujuan artikel ini telah menawarkan sebuha framework yang general untuk memperluas bidang SHRM melalui pendekatan complexity berdasarkan prinsip.penulis telah memikirkan menghubungkan dua bidang studi ini berdasarkan pada kesesuaia kunci fitur RBV,batasan strategic secara umum untuk SHRM, dan fitur kunci dari studi living complex system. Artikel ini fokus pada bagian ide yang relevan untuk SHRM, memperluas RBV melalui komplexitas juga penerapan untuk strategi secara umum.tugas selanjunya masih panjang meliputi sebuah kompleks,tingkat prinsip formula strategi dan dinamika penerapan strategi. Framework disini dibangun untuk memperkenalkan prinsip kompleksitas  abstraksi level yang tepat pada system HR. Mengiluti garis penelitian dalam SHRM yang fokus pada coheren HR system,dengan memasukkan perspektif living-system,membantu untuk memberitahukan cara organisasi dipelajari dan untuk meningkatkan cara mereka mengaturnya.