BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang Masalah
Masalah
yang melatar belakangi Penulis adalah bahwasanya teori-teori tentang terbentuknya
alam semesta ini. Pada hakekatnya teori pembentkan alam semesta ini adalah
teori-teori yang menguraikan sejarah tentang pembentukan alam semestasta lasat
teori yang dikemukakan .yaitu dengan Berdasarkan Hipotesis Fowler, galaksi
berawal dari suatu kabut gas pijar dengan massa yang sangat besar. Kabut ini
kemudian mengadakan kontraksi dan kondensasi sambil terus berputar pada
sumbunya. Ada massa yang tertinggal, yakni pada bagian luar dari kabut pijar
tadi. Massa itu juga mengadakan kontraksi dan kondensasi maka terbentuklah
gumpalan gas pijar yaitu bintang-bintang.
Oleh
karena kita harus mengetahui asal mula terbentuknya alam semesta ini dengan
makalah ini kita dapat mengetahui labih mendalam bagaimana alam semesta ini
terbentuk.
1.2
Tujuan Penulisan
Tujuan
dari penulisan Makalah ini adalah disusun sebagai pemenuhan tugas Mata Kuliah Kealaman Dasar ,dan selain itu
juga ada poin –poin yang menjadi tujuan kami membuat makalah ini adalah :
1.
Mengetahui apa itu teori bigbang.
2.
Mengetahui tentang teori - teori
pembentukan alam semesta.
3.
Meningkatkan dan menambah wawasan
tentang pembuatan makalah ini
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1
Teori Bigbang
A.
Pengertian Teori Big Bang
Big Bang atau Dentuman
Besar adalah salah satu model kosmologi ilmiah mengenai bentuk awal dan
perkembangan alam semesta.
Teori ini menyatakan bahwa alam semesta
berasal dari kondisi super padat dan panas, yang kemudian mengembang sekitar
13,7 milyar tahun lalu (pengukuran terbaik pada tahun 2009 memperkirakan hal
ini terjadi sekitar 13,3 – 13,8 milyar tahun yang lalu dan terus mengembang
sampai sekarang.
Adalah Georges Lemaître,
seorang biarawan Katolik Romawi Belgia, yang mengajukan teori dentuman besar
mengenai asal usul alam semesta, walaupun ia menyebutnya sebagai “hipotesis
atom
purba”. Kerangka model teori ini bergantung pada relativitas
umum Einstein dan beberapa asumsi-asumsi
sederhana, seperti homogenitas
dan isotropi
ruang. Persamaan yang mendeksripsikan teori dentuman besar dirumuskan oleh Alexander Friedmann.
Teori dentuman besar dikembangkan
berdasarkan pengamatan pada stuktur alam semesta beserta pertimbangan
teoritisnya. Pada tahun 1912, Vesto Slipher
berhasil mengukur geseran Doppler
“nebula spiral”
untuk pertama kalinya (nebula spiral merupakan istilah lama untuk galaksi
spiral). Dengan cepat ia menermukan bahwa hampir semua nebula-nebula itu
menjauhi bumi. Ia tidak berpikir lebih jauh lagi mengenai implikasi fakta ini.
Dan sebenarnya pada saat itu, terdapat kontroversi apakah nebula-nebula ini
adalah “pulau semesta” yang berada di luar galaksi Bima Sakti
kita.
Sepuluh tahun kemudian, Alexander
Friedmann, seorang kosmologis dan
matematikawan rusia,
menurunkan persamaan Friedmann
dari persamaan relativitas
umum Albert
Einstein. Persamaan ini menunjukkan bahwa
alam semesta mungkin mengembang dan berlawanan dengan model alam semesta yang statis
seperti yang diadvokasikan oleh Einstein pada saat itu.[14] Pada tahun 1924, pengukuran Edwin Hubble
akan jarak nebula spiral terdekat menunjukkan bahwa ia sebenarnya merupakan galaksi
lain. Georges Lemaître
kemudian secara independen menurunkan persamaan Friedmann pada tahun 1927 dan
mengajukan bahwa resesi nebula yang disiratkan oleh persamaan tersebut
diakibatkan oleh alam semesta yang mengembang.
Pada tahun 1931 Lemaître
lebih jauh lagi mengajukan bahwa pengembangan alam semesta seiring dengan
berjalannya waktu memerlukan syarat bahwa alam semesta mengerut seiring
berbaliknya waktu sampai pada suatu titik di mana seluruh massa alam semesta
berpusat pada satu titik, yaitu “atom
purba” di mana waktu dan ruang bermula. Mulai dari tahun 1924, Hubble
mengembangkan sederet indikator jarak yang merupakan cikal bakal tangga jarak kosmis
menggunakan teleskop Hooker 100-inci (2.500 mm) di Observatorium
Mount Wilson. Hal ini mengijinkannya
memperkirakan jarak galaksi-galaksi yang geseran merahnya
telah diukur. Pada tahun 1929, Hubble menemukan korelasi antara jarak dan
kecepatan resesi, yang sekarang dikenal sebagai hukum Hubble.
Setelah Edwin Hubble
pada tahun 1929 menemukan bahwa jarak bumi dengan galaksi
yang sangat jauh umumnya berbanding lurus dengan geseran merahnya,
sebagaimana yang disugesti oleh Lemaître pada tahun 1927, pengamatan ini
dianggap mengindikasikan bahwa semua galaksi dan gugus bintang yang sangat jauh
memiliki kecepatan tampak yang secara langsung menjauhi titik pandang kita:
semakin jauh, semakin cepat kecepatan tampaknya. Jika jarak antar gugus-gugus
galaksi terus meningkat seperti yang terpantau sekarang, semuanya haruslah
pernah berdekatan di masa lalu.
Gagasan ini kemudian mengarahkan
kita pada suatu kondisi alam semesta yang sangat padat
dan bersuhu sangat tinggi
di masa lalu. Berbagai pemercepat partikel raksasa
telah dibangun untuk bereksperimen dan menguji kondisi tersebut. Hasil
percobaan dari pemercepat partikel mengonfirmasi teori
tersebut, namun pemercepat-pemercepat ini memiliki kemampuan yang terbatas
untuk menyelidiki kondisi berenergi tinggi. Tanpa adanya bukti yang
diasosiasikan dengan pengembangan terawal alam semesta, teori dentuman besar tidak
dan tidak dapat memberikan penjelasan apapun mengenai kondisi awal
tersebut. Namun, teori dentuman besar mendeskripsikan dan menjelaskan
evolusi umum alam semesta sejak pengembangan awal tersebut.
Kelimpahan unsur-unsur ringan yang
terpantau di seluruh kosmos sesuai dengan prediksi kalkulasi pembentukan
unsur-unsur ringan melalui proses nuklir di dalam kondisi alam semesta yang
mengembang dan mendingin pada awal beberapa menit kemunculan alam semesta
sebagaimana yang diuraikan secara terperinci dan logis oleh nukleosintesis
dentuman besar. Fred Hoyle
mencetuskan istilah Big Bang pada sebuah siaran radio tahun 1949.
Dilaporkan secara luas bahwa, Hoyle yang mendukung model kosmologis alternatif
“keadaan tetap” bermaksud menggunakan istilah ini secara peyoratif, namun Hoyle
secara eksplisit membantah hal ini dan mengatakan bahwa istilah ini hanyalah
digunakan untuk menekankan perbedaan antara dua model kosmologis ini.
Hoyle kemudian memberikan sumbangsih
yang besar dalam usaha para fisikawan untuk memahami nukleosintesis bintang
yang merupakan lintasan pembentukan unsur-unsur berat dari unsur-unsur ringan
secara reaksi nuklir. Setelah penemuan radiasi
latar mikrogelombang kosmis pada tahun 1964, kebanyakan ilmuwan
mulai menerima bahwa beberapa skenario teori dentuman besar haruslah pernah
terjadi.
Semasa tahun 1930-an,
gagasan-gagasan lain diajukan sebagai kosmologi non-standar untuk menjelaskan
pengamatan Hubble, termasuk pula model Milne,
alam semesta berayun
(awalnya diajukan oleh Friedmann, namun diadvokasikan oleh Albert
Einstein dan Richard Tolman)
dan hipotesis cahaya lelah
(tired light) Fritz Zwicky.
Setelah Perang Dunia
II, terdapat dua model kosmologis yang
memungkinkan. Satunya adalah model keadaan tetap
Fred Hoyle,
yang mengajukan bahwa materi-materi baru tercipta ketika alam semesta tampak
mengembang. Dalam model ini, alam semesta hampirlah sama di titik waktu
manapun. Model lainnya adalah teori dentuman besar Lemaître,
yang diadvokasikan dan dikembangkan oleh George Gamow,
yang kemudian memperkenalkan nukleosintesis
dentuman besar (Big Bang Nucleosynthesis,
BBN).[22]
Ironisnya, justru adalah Hoyle yang mencetuskan istilah big bang untuk
merujuk pada teori Lemaître dalam suatu siaran radio BBC
pada bulan Maret 1949.
B. Proses Terbentuknya Big Bang
Ekstrapolasi
pengembangan alam semesta seiring mundurnya waktu menggunakan relativitas
umum menghasilkan kondisi rapatan
dan suhu
alam semesta yang tak terhingga pada suatu waktu di masa lalu. Singularitas
ini mensinyalkan runtuhnya keberlakuan relativitas umum pada kondisi tersebut.
Sedekat mana kita dapat berekstrapolasi menuju singularitas diperdebatkan,
namun tidaklah lebih awal daripada masa Planck.
Fase awal yang panas dan padat itu sendiri dirujuk sebagai “the Big Bang”,
dan dianggap sebagai “kelahiran” alam semesta kita.
Didasarkan
pada pengukuran pengembangan menggunakan Supernova Tipe Ia,
pengukuran fluktuasi temperatur pada latar
belakang mikrogelombang kosmis, dan pengukuran fungsi korelasi
galaksi, alam semesta memiliki usia 13,73 ± 0.12 milyar tahun.[28]
Kecocokan hasil ketiga pengukuran independen ini dengan kuat mendukung model ΛCDM
yang mendeskripsikan secara mendetail kandungan alam semesta.
Fase
terawal dentuman besar penuh dengan spekulasi. Model yang paling umumnya
digunakan mengatakan bahwa alam semesta terisi secara homogen dan isotropis
dengan rapatan energi
yang sangat tinggi, tekanan
dan temperatur
yang sangat besar, dan dengan cepat mengembang dan mendingin. Kira-kira 10−37
detik setelah pengembangan, transisi fase
menyebabkan inflasi kosmis,
yang sewaktu itu alam semesta mengembang secara eksponensial. Setelah inflasi
berhenti, alam semesta terdiri dari plasma kuark-gluon
berserta partikel-partikel elementer
lainnya.
Temperatur
pada saat itu sangat tinggi sehingganya kecepatan gerak partikel mencapai
kecepatan relativitas, dan produksi
pasangan segala jenis partikel terus menerus
diciptakan dan dihancurkan. Sampai dengan suatu waktu, reaksi yang tak
diketahui yang disebut bariogenesis
melanggar kekekalan jumlah barion
dan menyebabkan jumlah kuark
dan lepton
lebih banyak daripada antikuark dan antilepton sebesar satu per 30 juta. Ini
menyebabkan dominasi materi
melebihi antimateri
pada alam semesta.
Ukuran
alam semesta terus membesar dan temperatur alam semesta terus menurun, sehingga
energi tiap-tiap partikel terus menurun. Transisi fase perusakan
simetri membuat gaya-gaya dasar
fisika dan parameter-parameter partikel elementer berada
dalam kondisi yang sama seperti sekarang. Setelah kira-kira 10−11
detik, gambaran dentuman besar menjadi lebih jelas oleh karena energi partikel
telah menurun mencapai energi yang bisa dicapai oleh eksperimen fisika
partikel. Pada sekitar 10−6
detik, kuark dan gluon bergabung membentuk barion
seperti proton dan neutron.
Kuark
yang sedikit lebih banyak daripada antikuark membuat barion sedikit lebih
banyak daripada antibarion. Temperatur pada saat ini tidak lagi cukup tinggi
untuk menghasilkan pasangan proton-antiproton, sehingga yang selanjutnya
terjadi adalah pemusnahan massal, menyisakan hanya satu dari 1010
proton dan neutron terdahulu. Setelah pemusnahan ini, proton, neutron, dan
elektron yang tersisa tidak lagi bergerak secara relativistik dan rapatan
energi alam semesta didominasi oleh foton
(dengan sebagian kecil berasal dari neutrino).
Beberapa
menit semasa pengembangan, ketika temperatur sekitar satu milyar kelvin
dan rapatan alam semesta sama dengan rapatan udara, neutron bergabung dengan
proton dan membentuk inti atom deuterium
dan helium
dalam suatu proses yang dikenal sebagai [[nukleosintesis dentuman besar.
Kebanyakan proton masih tidak terikat sebagai inti hidrogen.
Seiring dengan mendinginnya alam semesta, rapatan energi massa rihat
materi secara gravitasional mendominasi. Setelah 379.000 tahun, elektron dan
inti atom bergabung menjadi atom (kebanyakan berupa hidrogen)
dan radiasi materi mulai berhenti. Sisa-sisa radiasi ini yang terus bergerak
melewati ruang semesta dikenal sebagai radiasi
latar berlakang mikrogelombang kosmis (Cosmic
microwave background radiation).
Medan Ultra
Dalam Hubble memperlihatkan galaksi-galaksi dari
zaman dahulu ketika alam semesta masih muda, lebih padat, dan lebih hangat
menurut teori dentuman besar.
Selama
periode yang sangat panjang, daerah-daerah alam semesta yang sedikit lebih
rapat mulai menarik materi-materi sekitarnya secara gravitasional, membentuk
awan gas, bintang,
galaksi, dan objek-objek astronomi lainnya yang terpantau sekarang. Detail
proses ini bergantung pada banyaknya dan jenis materi alam semesta. Terdapat
tiga jenis materi yang memungkinkan, yakni materi gelap dingin,
materi gelap panas,
dan materi barionik.
Pengukuran terbaik yang didapatkan dari WMAP
menunjukkan bahwa bentuk materi yang dominan dalam alam semesta ini adalah
materi gelap dingin. Dua jenis materi lainnya hanya menduduki kurang dari 18%
materi alam semesta.
Bukti-bukti
independen yang berasal dari supernova tipe Ia
dan radiasi
latar belakang mikrogelombang kosmis
menyiratkan bahwa alam semesta sekarang didominasi oleh sejenis bentuk energi
misterius yang disebut sebagai energi gelap,
yang tampaknya menembus semua ruang. Pengamatan ini mensugestikan bahwa 72%
total rapatan energi alam semesta sekarang berbentuk energi gelap. Ketika alam
semesta masih sangat muda, kemungkinan besar ia telah disusupi oleh energi
gelap, namun dalam ruang yang sempit dan saling berdekatan. Pada saat itu,
gravitasi mendominasi dan secara perlahan memperlambat pengembangan alam
semesta. Namun, pada akhirnya, setelah beberapa milyar tahun pengembangan,
energi gelap yang semakin berlimpah menyebabkan pengembangan alam semesta mulai
secara perlahan semakin cepat.
Segala
evolusi kosmis yang terjadi setelah periode inflasioner ini dapat secara ketat
dideskripsikan dan dimodelkan oleh model ΛCDM model,
yang menggunakan kerangka mekanika kuantum dan relativitas umum Einstein yang
independen. Sebagaimana yang telah disebutkan, tiada model yang dapat
menjelaskan kejadian sebelum 10−15 detik setelah kejadian dentuman
besar. Teori kuantum gravitasi
diperlukan untuk mengatasi batasan ini.
C. Tahapan terjadinya Dentuman Besar
“ Seluruh materi dan energi dalam
alam semesta pernah bersatu membentuk sebuah bola raksasa. Kemudian bola
raksasa ini meledak sehingga seluruh materi mengembang karena pengaruh energi
ledakan yang sangat besar.”
1)
Segera setelah terjadi dentuman besar, alam semesta mengembang dengan cepat
hingga kira-kira 2000 kali matahari.
2)
Sebelum berusia satu detik, semua partikel hadir dalam keseimbangan. Satu detik
setelah dentuman, alam semesta membentuk partikel-partikel dasar, yaitu
elektron, proton, neutron, dan neutrino pada suhu 10 miliar kelvin.
3)
Kira-kira 500 ribu tahun setelah terjadi ledakan, lambat laun alam semesta
menjadi dingin hingga mencapai suhu 3000K. Partikel-partikel dasar membentuk
benih kehidupan alam semesta.
4)
Gas hidrogen dan helium membentuk kelompok-kelompok gas rapat yang tak teratur.
Dalam kelompok-kelompok tersebut mulai terbentuk protogalaksi.
5)
Antar satu dan dua miliar tahun setelah terjadinya dentuman besar,
protogalaksi-protogalaksi melahirkan bintang-bintang yang lambat laun
berkembang menjadi raksasa merah dan supernova yang merupakan bahan baku
kelahiran bintang-bintang baru dalam galaksi.
6)
Satu di antara miliaran galaksi ytang terbentuk adalah galaksi Bimasakti. Di
dalam galaksi ini terdapat tata surya kita, dengan matahri adalah bintang yang
terdekat dengan bumi.
2.2 Teori Terbentuknya Alam Semesta
Bagaimana sejarah alam
semesta ini dimulai? Para ilmuwan sepakat bahwa yang memulainya adalah
peristiwa Big-Bang, namun teori tersebut tidak menjelaskan bagian yang
paling penting, yaitu mengapa dentuman tersebut harus terjadi, bagaimana
kondisi alam semesta sebelum itu, dan beberapa hal lain yang sampai saat ini
belum bisa dimengerti.
Gambaran tentang alam
semesta yang diusulkan oleh para ahli kosmologi ternyata dianggap masih kurang
lengkap. Pertama-tama mereka mencoba membuat asumsi keadaan awal dari big-bang.
Selanjutnya akan digunakan untuk mengungkap misteri bagaimana alam semesta bisa
terbentuk menjadi suatu keadaan yang sangat rapi dan teratur bila
dentuman yang sangat kacaulah yang memulainya.
Beberapa model telah
diusulkan untuk menyelesaikan masalah di atas. Ada yang mengusulkan bahwa alam semesta
bermula dari lautan lubang hitam yang sangat rapat. Yang lain mengatakan bahwa big-bang
terjadi akibat tumbukan dua membran yang mengapung dalam ruang dimensional yang
lebih tinggi. Ada juga yang mengatakan bahwa alam semesta telah terpecah-pecah
dari suatu kesatuan yang utuh menjadi tak terhitung alam semesta yang lebih
kecil. Semua skenario-skenario yang diusulkan di atas memang layak uji. Oleh
karena itu pengamatan di waktu mendatanglah yang bisa menyaring skenario mana
yang paling benar.
Untuk memodelkan asal
mula alam semesta diambil hukum fisika dan mengekstrapolasinya ke masa lalu.
Sesuai pengamatan yang dilakukan mundur ke tahun 1920an diketahui bahwa
galaksi-galaksi bergerak saling menjauh satu sama lain, yang saat ini disadari
sebagai pengembangan alam semesta. Dengan mengacu pada proses pengembangan alam
semesta tersebut, para peneliti menyimpulkan bahwa 13,7 milyar tahun yang lalu
alam semesta berada dalam keadaan yang masih sangat kecil, sangat rapat, dan
sangat panas. Teori big-bang pertama kali diusulkan tahun 1927 oleh
Georges Lemaitre, yang kemudian dikuatkan pada tahun 1964 atas penemuan cosmic
microwave background, radias pengisi alam semesta yang diduga merupakan
relik dari big-bang.
Pada tahun 1981 Alan Guth
dari Massachusetts Institut of Tecnology dan beberapa orang lainnya menemukan
bahwa pengembangan alam semesta terjadi lebih cepat dari yang diduga
sebelumnya, teori ini dimanakan inflasi kosmis (cosmis inflation) yang
menyatakan bahwa alam semesta berkembang secara eksponensial dari sesuatu yang
sangat kecil. Sayangnya teori ini belum bisa menjelaskan asal mula alam
semesta.
Inflasi terjadi dalam
selang waktu 10-35 dan 10-32 detik setelah big-bang
terjadi. Hukum kedua termodinamika mengindikasi bahwa entropi alam semesta
sangat rendah beberapa saat setelah big-bang. Dari sini Thomas Banks
dari Universitas California dan Willy Fischler dari Universitas Texas Austin
menyatakan bahwa pada mulanya alam semesta kita merupakan lautan lubang hitam
yang rapat. Mereka menyebutnya sebagai skenario
“ holographic cosmology”
Gagasan ini dilandasi
oleh prinsip hologram yang ditemukan oleh Gerard’t Hooft of Utrecth University
di Belanda dan dikembangkan oleh Leonard Susskind dari Stanford University di
California. Meskipun teori ini belum terbukti namun beberapa fisikawan yakin
bahwa prinsip ini benar;semua informasi tentang ruang volume dapat
direpresentasikan oleh hukum fisika. Entropi dapat menjelaskan suatu informasi,
karena semakin tidak teraturnya sebuah sistem, maka akan semakin banyak informasi
yang bisa menjelaskannya.
Sekarang mari kita
bayangkan saat big-bang terjadi. Saat itu energi dan materi menyatu
lebih rapat pada setiap daerah hingga mencapai suatu batas kerapatan entropi,
dengan kata lain mengisinya dengan lautan lubang hitam mikroskopik.
Menurut Banks dan
Fischler, alam semesta bermula dari suatu fluida lubang hitam. Selanjutnya
lubang hitam akan mengisi seluruh ruang sekitarnya, dengan tingkat kerapatan
lubang hitam bergantung pada prinsip ketidakpastian mekanika kuantum. Fluktuasi
yang mengarah pada kerapatan yang lebih rendah mengimplikasikan bahwa lubang
hitam yang mengisi suatu volume kerapatannya tidak merata, namun saling
renggang satu sama lain sehingga memungkinkan untuk diisi oleh radiasi.
Kondisi ini yang
mengawali pembentukan alam semesta kita. Jika lubang hitam berada pada suatu
ruang yang terbuka dalam kerapatan tertentu dan bergerak dengan sangat cepat,
maka tumbukan dan merging antar lubang hitam akan menyebar hingga
mengisi seluruh ruang, dan menariknya kembali dalam fluida lubang hitam. Namun
jika antar lubang hitam terpisah cukup jauh dan bergerak dengan lambat, merging
tidak akan terjadi dengan cepat. Suatu ruang pada daerah tertentu terisi oleh
radiasi panas yang mengembang dengan sangat cepat, mendorong lubang hitam pada
jarak yang jauh.
Sekitar 10-35
detik setelah big-bang terjadi inflasi alam semesta dengan kecepatan
satu kilometer per milisekon. Partikel-partikel terkondensasi membentuk
bintang-bintang, galaksi-galaksi, planet-planet, dan kehidupan.
Lalu bagaimana Banks dan
Fischler menjelaskan rendahnya entropi alam semesta? Beberapa gelembung ruang
yang berasal dari fluida lubang hitam telah menyatu, agar tidak runtuh menjadi
fluida lagi diperlukan entropi yang rendah. Karena entropi yang tinggi akan
menyebabkan pergerakan lubang hitam yang lebih cepat yang akan memicu
tumbukan dan merging. Sehingga kehidupan di alam semesta tidak mungkin
terbentuk.
Ilmuwan-ilmuwan lainnya
masih memperdebatkan peran dari ‘holographic cosmology’. Teori lain
dikemukakan oleh Steinhadt dan Turok model. Model yang mereka usulkan
termotivasi oleh teori string. Mereka menggambarkan alam semesta dalam
bentuk 3 dimensi berupa membran/brane yang mengapung dalam ruang 4
dimensi. Masing-masing brane saling bertumbukan satu sama lain yang
menyebabkan temperatur alam semesta 1023 kelvin dan mengembang,
dengan beberapa energi terkondensasi menjadi materi. Model ini menyerupai teori
big-bang, bedanya alam semesta telah ada sebelumnya.
Setelah tumbukan terjadi stretching
dan pemisahan antar brane yang menyebabkan alam semesta mengembang
dipercepat. Hal ini bersesuaian dengan hasil pengamatan saat ini melalui
deskripsi energi gelap. Tumbukan antar brane suatu saat akan melambat
dan berhenti, namun setelah itu proses awal akan diulang lagi (cycle).
Tumbukan yang terjadi berikutnya akan menyuplai materi dan radiasi ke dalam
brane.
Masalah yang muncul
adalah energi yang diubah dalam bentuk materi melalui mekanisme tersebut
terlalu kecil sehingga akan mengarah pada bentuk alam semesta yang benar-benar
berbeda dengan yang kita punyai saat ini. Steinhardt dan Turok memberikan
argumentasi bahwa energi gelap akan menguat ketika suatu brane
mendekati brane lain, yang akan mengatasi fluktuasi-flukuasi kecil dan
mejaga alam semesta tetap smooth.
Model di atas memang
sangat berbeda dengan model yang diusulkan oleh Banks dan Fischler. Namun pada
dasarnya kedua model memiliki landasan dasar yang sama. Lubang hitam akan
terbentuk melalui suatu mekanisme tumbukan brane yang ekstrim.
Penjelasan mengenai
rendahnya nilai entropi alam semesata oleh kedua model memang sangat berbeda.
Hukum kedua termodinamika membuat kosmologi cycle bisa terbentuk dalam
kondisi entropi yang rendah. Skenario brane menyelesaikan masalah ini.
Stretching masing-masing brane melemahkan materi, radiasi dan
entropi sebelum tumbukan terjadi. Saat big-bangi keseluruhan entropi
akan sangat rendah. Dan untuk mendapatkan cukup pelemahan maka alam semesta
haruslah menjauh selama triliunan tahun ketika tumbukan.
Salah satu model yang
merupakan hasil penyatuan dengan yang lain mengusulkan bahwa mulanya alam
semesta berasal dari suatu induk alam semesta yang kemudian dipecah-pecah oleh
energi gelap menjadi bagian-bagian yang lebih kecil yang tak terhitung
jumlahnya. Model ini dikembangkan oleh Lauris Baum dan Paul Frampton, keduanya
berasal dari Universitas of North Carolina in Chapel Hill, skenario yang
disulkan akan menjawab masalah akumulasi entropi alam semesta.
Model
tersebut dimulai dari asumsi bahwa energi gelap akan meningkat ketika alam
semesta mengembang. Peningkatan kerapatan secara perlahan akan
menghasilkan gaya repulsif untuk menghancurkan galaksi-galaksi, bintang-bintang
dan bahkan atom-atom, yang terkumpul dalam suatu bencana yang irreversible
yang disebut ‘big rip’ dimana kecepatan pengembangan alam semesta
menuju tak terbatas. Baum dan Frampton mendesain sebuah model energi gelap yang
memilki gaya yang atraktif dengan terlebih dahulu mengabaikan keberadaan
bintang-bintang yang pada akhirnya akan dibuat mengembang dengan cepat, aspek
repulsif sangat dominan ketika alam semesta masih berukuran kecil dan muda.
Berdasarkan
skenario mereka, pengembangan alam semesta semakin lama semakin cepat, yang
melemahkan materi dan radiasi dalam jumlah yang besar. Bahkan kecepatan
pengembangan tersebut lebih cepat dari kecepatan cahaya. Hal ini tidak
bertentangan dengan batas kecepatan yang diharuskan oleh relativitas, selama
pengembangannyalah yang melebihi kecepatan cahaya, bukan pergerakan materi yang
mengisi alam semesta. Selama tidak ada partikel dan gaya yang bergerak melebihi
kecepatan cahaya, masing-masing bagian akan terpisah satu sama lain menjadi
pulau-pulau alam semesta.
Proses ini
akan mengarah pada akhir alam semesta, 10-27 detik sebelum big-rip,
aspek atraktif dari energi gelap akan mengambil alih bagian repulsif yang akan
menyebabkan kepulauan alam semesta berkontraksi. Dalam hal ini model di atas
bersesuaian dengan skenario standart inflasi, dan materi mengumpul membentuk
bintang dan galaksi yang ada disekitar kita.
Nah,
bagaimana dengan pertanyaan entropi yang rendah? Sebagaimana dalam model cyclic
brane, fragmentasi alam semesta mencegah agar tidak timpang dengan
mengakumulasikan entropi from cycle to cycle. Di akhir setiap cycle,
entropi yang telah dihasilkan selanjutnya dibagi-bagi ke sejumlah besar alam
semesta baru terbentuk.
Jauh
dikemudian hari, keseluruhan proses akan mengulang dengan sendirinya, membentuk
alam semesta baru yang tak terhitung jumlahnya dari alam semesta yang kita
miliki sekarang. Hal ini mengisyaratkan dulunya hanya sedikit alam semesta yang
terbentuk. Dari sini muncul pertanyaan, jika kita jauh mundur ke belakang
adakah suatu permulaan alam semesta? Dengan kata lain, apakah waktu masih tetap
memiliki suatu permulaan? Frampton menjawabnya tidak.
Dark Prediction
Dua model
yang telah diusulkan di atas mengharuskan ilmuwan untuk memilih salah satu yang
benar. Kedua ide tentang energi gelap muncul di kedua model namun dengan
kelakuan yang berbeda. Agar terjadi fragmentasi energi gelap harus
terus-menerus meningkat yang berakibat pada pengembangan alam semesta.
Fisikawan melambangkan perbedaan kelakuan energi gelap dengan lambing w,
yang mendeskripsikan variasi energi gelap sebagai fungsi dari waktu.
Dark energi
yang menyebabkan pengembangan alam semesta memiliki nilai w=-,kadang
disebut sebagai konstanta kosmologi. Sedangakan energi gelap yang berhubugan
dengan fragmentasi alam semesta memilki nilai w yang lebih negative,
misalnya -1,05. Sebaliknya, dalam model cyclic brane dark energi
berasal dari energi potensial dari dua brane, yang berkorelasi dengan
jarak masing-masing brane. Ketika masing-masing brane menjauh
satu sama lain,seperti yang terjadi saat ini, menyebabkan kekuatan energi gelap
menurun. Yang menunjukkan nilai w yang lebih besar dari -1, misalnya
-0,95.
Selama energi
gelap mempengaruhi pengembangan alam semesta, ilmuwan dapat meneliti perubahan
kekuatannya dengan mengamati pengembangan alam semesta pada waktu yang
berbeda-beda. Astronom melakukannya melalui ledakan supernova, yang
memungkinkan mereka untuk menghitung gerak saling menjauhnya antar galaksi pada
titik-titik berbeda pada suatu waktu. Tentunya metode ini hanya bisa
menjelaskan energi gelap setelah bintang-bintang terbentuk, namun kekuatan cosmic
microwave background bisa diplot masa awal pembentukan alam semesta,
380.000 tahun setelah big-bang. Melihat 13,7 milyar tahun yang lau
kita akan melihat gas panas mengisi alam semesta ini. Dari radiasinya ilmuwan
bisa mengukur pengurangan kecepatan gas tersebut yang bisa menjelaskan kepada
kita seberapa cepat pengembangan alam semesta pada waktu itu.
Menggabungkan
kedua metode didapati bahwa energi gelap mendekati konstan, dengan nilai w
yang mendekati -1. Dari sinilah pengukuran baru dimulai. The European Space
Agency (ESA) Planck satelit, yang meluncur pada tahun 2008, akan mengukur microwave
background dengan ketelitian tanggal yang lebih besar, bila nilai w tidak
tepat -1 maka salah satu dari dua model di atas adalah benar, namun bila
nialinya sangat dekat dengan -1 maka kedua model akan jatuh.
Menguji holographic
cosmology dan lautan black hole-nya ternyata jauh lebih rumit.
Untuk itu harus ditemukan lubang hitam yang telah ada sejak pembentukan alam
semesta. Lubang hitam primordial juga muncul dalam skenario cyclic brane,
namun dengan ukuran yang sangat kecil dan telah mengalami evaporasi melalui
mekanisme yang dinamakan radiasi Hawking.
Lubang hitam
terbesar dari model holographic cosmology, kurang dari 100 gram, bisa
bertahan hingga saat ini karena propertinya yang unik, yaitu memiliki satu
kutub medan magnet , sedangkan medan magnet yang saat ini biasa teramati
berasal dari dua kutub, fisikawan menyebutnya sebagai monopole, parikel
magnetik dengan satu kutub, yang telah terbentuk pada masa awal alam semesta.
Pada gambar
standart big-bang, gelombang graviatasional tergenerasi selama inflasi
dari tumbukan kumpulan-kumpulan materi. Beberapa gelombang ini mungkin bisa
diamati dengan menggunakan detektor yang disponsori oleh ESA dan NASA, Laser
Interferometer Space Antena, yang akan diluncurkan tahun 2015, atau melalui
pengamatan cosmic microwave background. Dalam model tumbukan brane,
tidak pernah terjadi inflasi, yang berarti gelombang gravitasi primordial tidak
akan pernah dihasilkan. Sehingga pengamatan terhadap hal tersebut akan
menjatuhkan skenario brane dan mengunggulkan skenario lautan lubang hitam dan
fragmentasi alam semesta.
Teori-teori tentang terbentuknya
alam semesta ialah Teori Keadaan (Steady State Theory) dan Teori Ledakan Besar
(Big-Bang Theory). Teori Keadaan Tetap, menyatakan bahwa tiap-tiap galaksi yang
terbentuk tumbuh menjadi tua dan akhirnya mati. Jadi teori ini beranggapan
bahwa alam semesta itu tak terhingga besarnya dan juga tak terhingga tuanya
(tanpa awal dan akhir). Sedangkan Teori Ledakan Besar ialah meledaknya massa
yang sangat besar dengan dahsyat, karena adanya reaksi inti.
Berdasarkan Hipotesis Fowler,
galaksi berawal dari suatu kabut gas pijar dengan massa yang sangat besar.
Kabut ini kemudian mengadakan kontraksi dan kondensasi sambil terus berputar
pada sumbunya. Ada massa yang tertinggal, yakni pada bagian luar dari kabut
pijar tadi. Massa itu juga mengadakan kontraksi dan kondensasi maka
terbentuklah gumpalan gas pijar yaitu bintang-bintang. Bagi yang bermassa besar
masih berupa kabut bintang. Dengan cara yang sama, bagian luar bintang yang
tertinggal juga mengadakan kondensasi sehingga terbentuklah planet. Demikian
juga bagian planet membentuk satelit bulan.
Bima Sakti atau Milky Way, berbentuk
seperti kue cucur. Matahari kita terletak kira-kira pada jarak 2/3, dihitung
dari pusat galaksi itu sampai ke tepiannya.
Tata surya terdiri dari matahari sebagai pusat, benda-benda lain seperti
planet, satelit, meteor-meteor, komet-komet, debu dan gas antarplanet beredar
mengelilinginya.
Teori-teori yang mendukung
terbentuknya tata surya, antara lain Hipotesis Nebular, Hipotesis
Planettesimal, Teori Tidal, Teori Bintang Kembar, Teori Creatio Continua dan
Teori G.P. Kuiper.
Tata surya adalah benda-benda langit
dan matahari sebagi intinya, benda-benda langit itu seperti planet, bintang,meteor,
dan asteroid. Kita semua percaya bahwa seluruh tata surya ini di ciptakan oleh
tuhan .
Ada banyak hipotesis tentang asal
usul tata surya telah dikemukakan para ahli, diantaranya adalah sebagai berikut
ini :
1.
Hipotesis Nebula
Hipotesis nebula pertama kali
dikemukakan oleh Immanuel Kant (1724-1804) pada tahun 1775. Kemudian hipotesis
ini disempurnakan oleh Pierre Marquis de Laplace pada tahun 1796. Oleh karena
itu, hipotesis ini lebih dikenal dengan Hipotesis nebula Kant-Laplace. Pada
tahap awal tata surya masih berupa kabut raksasa. Kabut ini terbentuk dari
debu, es, dan gas yang disebut nebula. Unsur gas sebagian besar berupa
hidrogen. Karena gaya gravitasi yang dimilikinya, kabut itu menyusut dan
berputar dengan arah tertentu. Akibatnya, suhu kabut memanas dan akhirnya
menjadi bintang raksasa yang disebut matahari. Matahari raksasa terus menyusut
dan perputarannya semakin cepat. Selanjutnya cincin-cincin gas dan es terlontar
ke sekelilingmatahari. Akibat gaya gravitasi, gas-gas tersebut memadat seiring
dengan penurunan suhunya dan membentuk planet dalam. Dengan cara yangsama,
planet luar juga terbentuk.
2.
Hipotesis Planetisimal
Hipotesis
planetisimal pertama kali dikemukakan oleh Thomas C. Chamberlain dan Forest R.
Moulton pada tahun 1900. Hipotesis planetisimal mengatakan bahwa tata surya
kita terbentuk akibat adanya bintang lain yang hampir menabrak matahari. Seabad
sesudah teori kabut tersebut, muncul Teori Planetesimal yang
dikemukakan oleh Chamberlin dan Moulton. Teori ini
mengungkapkan bahwa pada mulanya telah terdapat matahari asal. Pada suatu
ketika, matahari asal ini didekati oleh sebuah bintang besar, yang
menyebabkan terjadinya penarikan pada bagian matahari. Akibat tenaga penarikan
matahari asal tadi, terjadilah ledakan-ledakan yang hebat. Gas yang
meledak ini keluar dari atmosfer matahari, kemudian mengembun dan
membeku sebagai benda-benda yang padat, dan disebut planetesimal. Planetesimal
ini dalam perkembangannya menjadi planet-planet, dan salah satunya
adalah planet Bumi kita.
3.
Hipotesis Pasang Surut Bintang
Hipotesis
pasang surut bintang pertama kali dikemukakan oleh James Jean dan Herold
Jaffries pada tahun 1917. Hipotesis pasang surut bintang sangat mirip dengan
hipotesis planetisimal. Namun perbedaannya terletak pada jumlah awalnya
matahari, yakni bahwa sebuah bintang besar mendekati matahari dalam
jarak pendek, sehingga menyebabkan terjadinya pasang surut pada tubuh matahari,
saat matahari itu masih berada dalam keadaan gas. Terjadinya pasang surut
air laut yang kita kenal di Bumi, ukuranya sangat kecil. Penyebabnya adalah
kecilnya massa bulan dan jauhnya jarak bulan ke Bumi (60
kali radius orbit Bumi). Tetapi, jika sebuah bintang yang
bermassa hampir sama besar dengan matahari mendekati matahari, maka akan
terbentuk semacam gunung-gunung gelombang raksasa pada tubuh matahari, yang
disebabkan oleh gaya tarik bintang tadi. Gunung-guung tersebut akan mencapai
tinggi yang luar biasa dan membentuk semacam lidah pijar
yang besar sekali, menjulur dari massa matahari tadi dan merentang kea
rah bintang besar itu.
Dalam
lidah yang panas ini terjadi perapatan gas-gas dan akhirnya
kolom-kolom ini akan pecah, lalu berpisah menjadi benda-benda tersendiri,
yaitu planet-planet. Bintang besar yang menyebabkan penarikan
pada bagian-bagian tubuh matahari tadi, melanjutkan perjalanan di jagat raya,
sehingga lambat laun akan hilang pengaruhnya terhadap-planet yang
berbentuk tadi. Planet-planet itu akan berputar mengelilingi matahari
dan mengalami proses pendinginan. Proses pendinginan ini
berjalan dengan lambat pada planet-planet besar, seperti
Yupiter dan Saturnus, sedangkan pada planet-planet kecil seperti Bumi
kita, pendinginan berjalan relatif lebih cepat.
Sementara
pendinginan berlangsung, planet-planet itu masih mengelilingi
matahari pada orbit berbentuk elips, sehingga besar kemungkinan pada
suatu ketika meraka akan mendekati matahari dalam jarak yang pendek. Akibat
kekuatan penarikan matahari, maka akan terjadi pasang surut pada
tubuh-tubuh planet yang baru lahir itu. Matahari akan menarik kolom-kolom
materi dari planet-planet, sehingga lahirlah bulan-bulan (satelit-satelit)
yang berputar mengelilingi planet-planet. peranan yang dipegang matahari
dalam membentuk bulan-bulan ini pada prinsipnya sama dengan peranan
bintang besar dalam membentuk planet-planet, seperti telah
dibicarakan di atas.
4.
Hipotesis Kondensasi
Hipotesis
kondensasi mulanya dikemukakan oleh astronom Belanda yang bernama G.P. Kuiper
(1905-1973) pada tahun 1950. Hipotesis kondensasi menjelaskan bahwa tata surya
terbentuk dari bola kabut raksasa yang berputar membentuk cakram raksasa.
5.
Hipotesis Bintang Kembar
Hipotesis
bintang kembar awalnya dikemukakan oleh Fred Hoyle (1915-2001) pada tahun 1956.
Hipotesis mengemukakan bahwa dahulunya tata surya kita berupa dua bintang yang
hampir sama ukurannya dan berdekatan yang salah satunya meledak meninggalkan
serpihan-serpihan kecil.
6.
Hipotesis Big Bang
Big
Bang merupakan salah satu teori tentang awal pembentukan jagat raya. Teori ini
menyatakan bahwa jagat raya dimulai dari satu ledakan besar dari materi yang
densitasnya luar biasa besar. Impilikasinya jagat raya punya awal dan akhir.
Teori ini terus- menerus dibuktikan kebenarannya melalui sejumlah penemuan, dan
diterima oleh sebagian besar astrofisikawan masa kini. Sejarah
Terbentuknya Sistem Tata Surya.
BAB
III
KESIMPULAN
Berdasarkan
pemaparan dan rumusan masalah yang telah dijawab dalam pembahasan ini, maka
disebutkan beberapa kesimpulan di bawah ini:
1.
Teori Big bang menyatakan bahwa alam semesta berasal dari kondisi super
padat dan panas, yang kemudian mengembang sekitar 13,7 milyar tahun lalu
pengukuran terbaik pada tahun 2009 memperkirakan hal ini terjadi sekitar 13,3 –
13,8 milyar tahun yang lalu dan terus mengembang sampai sekarang. Alam semesta
yang awalnya dahulu ialah suatu kesatuan terpisahkan dan terpecah belah menjadi
seperti sekarang ini. Sebuah dentuman yang sudah diteliti secara ilmiyah
terbukti menjadi cikal bakal dari kelahiran alam semsesta.
2.
Secara prosedural dari proses terbentuknya Big Bang, alam semesta terisi secara
homogen dan isotropis dengan rapatan
energi yang sangat tinggi, tekanan dan temperatur yang sangat besar, dan dengan
cepat mengembang dan mendingin. Kira-kira 10−37 detik setelah
pengembangan, transisi
fase menyebabkan inflasi
kosmis, yang sewaktu itu alam semesta mengembang secara
eksponensial. Setelah inflasi berhenti, alam semesta terdiri dari plasma
kuark-gluon berserta partikel-partikel
elementer lainnya. Terus memanas yang akhirnya menimbulkan dentuman
keras (big bang) dan lahirlah beberapa pecahan
3.
Teori – Teori Pembentukan Alam semesta :
·
Hipotesis Nebula
·
Hipotesis Planetisimal
·
Hipotesis Pasang Surut Bintang
·
Hipotesis Kondensasi
·
Hipotesis Bintang Kembar
·
Hipotesis Big Bang
terima kasih infonya yaaa:) ngebantu bgt untuk ujian haha
BalasHapusmasih atas tulisannya
BalasHapusMakasih gan info nya ,..
BalasHapusTugas saya Selesai dah
makasih tulisannya ngebantu banget beresin tugas ^_^
BalasHapussama " senang bisa membantu :)
BalasHapuslengkap sekali, trimakasih
BalasHapusterimakasi, sangat membantu tambah referensi
BalasHapus