Mencermati permasalahan banjir di
Kota Samarinda, tentulah bukan semata permasalahan budaya membuang sampah di
sembarang tempat. Ada berbagai hal yang lebih dalam yang perlu diperhatikan
dalam melihat permasalahan banjir di Kota Samarinda.
Karakteristik umum banjir Kota
Samarinda adalah sebagian besar disebabkan karena aliran alam (sungai ataupun
anak sungai) telah semakin dipaksa menyempit, tempat penyerapan air (rawa,
danau) yang semakin tiada dan pepohonan yang semakin sedikit.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka
penting dan mendesak untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:
1.Penetapan Kawasan Lindung Lokal
Sudah sepatutnya DPRD Kota Samarinda bersama dengan Pemerintah Kota Samarinda membuat sebuah Peraturan Daerah (Perda) untuk melindungi kawasan-kawasan yang bernilai penting bagi ekologi maupun sosio-kultural warga Kota Samarinda.
Sudah sepatutnya DPRD Kota Samarinda bersama dengan Pemerintah Kota Samarinda membuat sebuah Peraturan Daerah (Perda) untuk melindungi kawasan-kawasan yang bernilai penting bagi ekologi maupun sosio-kultural warga Kota Samarinda.
Perda Kawasan Lindung Lokal tersebut
melindungi kawasan-kawasan rawa yang tersisa, kawasan perbukitan kapur, serta
kawasan mangrove di wilayah Kota Samarinda. Usulan lokasi (sementara)
untuk rawa adalah pada wilayah Jl Inpres, Jl Belatuk, Jl Banggeris, Jl A Wahab
Syahranie. Untuk lokasi mangrove adalah sepanjang tepi Mahakam, mulai dari
Jembatan Mahakam hingga Jl Slamet Riyadi (depan Depot Pertamina).
2.Perketat Pembangunan Perumahan
Dalam pemberian pembangunan perumahan kepada developer, wajib mensyaratkan untuk menyisakan 30% dari luas kawasannya untuk tetap sebagai Ruang Terbuka Hijau, dimana separuhnya harus diperuntukkan bagi pepohonan. Demikian pula dalam jalan-jalan, wajib untuk ditanami pepohonan. Selain itu, untuk setiap bangunan yang dibangun, wajib memiliki sumur resapan (ataupun bio-pori) dengan volume dan jumlah yang disesuaikan dengan luasan atap bangunan.
Dalam pemberian pembangunan perumahan kepada developer, wajib mensyaratkan untuk menyisakan 30% dari luas kawasannya untuk tetap sebagai Ruang Terbuka Hijau, dimana separuhnya harus diperuntukkan bagi pepohonan. Demikian pula dalam jalan-jalan, wajib untuk ditanami pepohonan. Selain itu, untuk setiap bangunan yang dibangun, wajib memiliki sumur resapan (ataupun bio-pori) dengan volume dan jumlah yang disesuaikan dengan luasan atap bangunan.
Dalam pemberian Ijin Mendirikan
Bangunan (IMB) wajib menambahkan prasyarat untuk membuat sumur resapan (ataupun
bio-pori) dengan volume dan jumlah yang disesuaikan dengan luasan atap
bangunan, pada setiap IMB yang akan diberikan. Lebih disarankan untuk membangun
dengan model panggung, dimana pada bagian tanah tidak dilapisi lagi dengan
semen. Dan untuk kepentingan jalan di areal rumah/bangunan, menggunakan
paving-block berpori. Prasyarat berikutnya adalah kewajiban menanam 6 (enam)
batang pohon untuk setiap rumah/bangunan, dan bukan semata taman. Yang dimaksud
pohon adalah tumbuhan berkayu yang dapat memiliki diameter lebih dari 10 cm.
3.Perlindungan Kawasan Persawahan dan Kebun Rakyat
Sudah menjadi penting bagi Pemerintah untuk melakukan perlindungan terhadap areal Persawahan dan Kebun Rakyat, baik dari pengambilalihan paksa maupun dari bencana ekologi. Kawasan hulu dari persawahan dan kebun rakyat sudah selayaknya dilindungi. Hal ini menjadi penting, terutama untuk menopang kebutuhan bahan pokok warga kota. Misalnya saja di kawasan Handil Bhakti, selalu terjadi banjir setiap tahun yang merendam persawahan akibat perubahan lahan di kawasan lebih hulunya.
Sudah menjadi penting bagi Pemerintah untuk melakukan perlindungan terhadap areal Persawahan dan Kebun Rakyat, baik dari pengambilalihan paksa maupun dari bencana ekologi. Kawasan hulu dari persawahan dan kebun rakyat sudah selayaknya dilindungi. Hal ini menjadi penting, terutama untuk menopang kebutuhan bahan pokok warga kota. Misalnya saja di kawasan Handil Bhakti, selalu terjadi banjir setiap tahun yang merendam persawahan akibat perubahan lahan di kawasan lebih hulunya.
4.Perluasan Kawasan Berpepohonan
Samarinda membutuhkan kawasan berpepohonan yang lebih luas. Kawasan ini termasuk di dalamnya adalah hutan kota, kawasan ruang terbuka hijau, lahan pekarangan rumah dan perkantoran berpepohonan, dan kawasan pusat perbelanjaan dengan pepohonan.
Samarinda membutuhkan kawasan berpepohonan yang lebih luas. Kawasan ini termasuk di dalamnya adalah hutan kota, kawasan ruang terbuka hijau, lahan pekarangan rumah dan perkantoran berpepohonan, dan kawasan pusat perbelanjaan dengan pepohonan.
Dari hasil kajian Supriadi (2006)
ditunjukkan bahwa kebutuhan hutan bagi Kota Samarinda di tahun 2011 adalah
seluas 19.875,72 hektar (27,68% dari luas kota). Melihat kondisi saat ini, maka
Kota Samarinda memiliki kekurangan 19.184,61 hektar.
Namun hal yang masih penting
diperhatikan dalam penentuan lokasi hutan kota adalah letak dan luasan pada
setiap sub DAS, sehingga terdistribusi dengan baik dan dapat berfungsi dengan
optimal.
5.Pengelolaan Drainase
Pengelolaan drainase tidaklah semata untuk memelihara selokan ataupun saluran air. Namun lebih jauh daripada itu, sungai-sungai (alam) yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Kota sebagai sungai alam, harusnya dapat tetap dipertahankan keberadaannya dengan tidak menutup aliran sungai yang telah ada. Hal yang telah terjadi semisal sungai alam yang telah ditutup akibat pembangunan Lembuswana Mal. Sementara dua buah anak sungai Karang Mumus juga akan ditutup untuk kepentingan pembangunan Bandara Samarinda di Sungai Siring.
Pengelolaan drainase tidaklah semata untuk memelihara selokan ataupun saluran air. Namun lebih jauh daripada itu, sungai-sungai (alam) yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Kota sebagai sungai alam, harusnya dapat tetap dipertahankan keberadaannya dengan tidak menutup aliran sungai yang telah ada. Hal yang telah terjadi semisal sungai alam yang telah ditutup akibat pembangunan Lembuswana Mal. Sementara dua buah anak sungai Karang Mumus juga akan ditutup untuk kepentingan pembangunan Bandara Samarinda di Sungai Siring.
6.Pencabutan Perijinan Pertambangan
Pertambangan telah dengan sangat nyata merugikan bagi kepentingan ekologi dan sosial-ekonomi rakyat. Pembukaan batubara di berbagai kawasan Samarinda telah menunjukkan arah yang tidak baik bagi kepentingan warga kota di masa mendatang. Sudah bukan waktunya lagi pemerintah berpihak kepada pemodal. Saat ini sudah saatnya pemerintah membangun keberpihakan kepada warga. Sesaat lagi, sistem politik akan bertumpu pada warga, dimana uang bukan lagi kuasa.
Pertambangan telah dengan sangat nyata merugikan bagi kepentingan ekologi dan sosial-ekonomi rakyat. Pembukaan batubara di berbagai kawasan Samarinda telah menunjukkan arah yang tidak baik bagi kepentingan warga kota di masa mendatang. Sudah bukan waktunya lagi pemerintah berpihak kepada pemodal. Saat ini sudah saatnya pemerintah membangun keberpihakan kepada warga. Sesaat lagi, sistem politik akan bertumpu pada warga, dimana uang bukan lagi kuasa.
7.Penghentian Pembangunan Bandara
Samarinda di Sungai Siring
Bandara Samarinda di Sungai Siring secara nyata tidak layak ditinjau dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Walaupun kemudian Komisi AMDAL Propinsi Kalimantan Timur menyatakan telah lulus AMDAL, namun bila dikaji lebih dalam lagi, senyatanya proses kajian AMDAL TIDAK PERNAH DILAKUKAN oleh Konsultan AMDAL. Akan ada dua anak sungai Karang Mumus yang dipotong, Hutan Pendidikan dan Kebun Botani Unmul akan terganggu, demikian pula terhadap kawasan-kawasan sekitarnya. Maka untuk Bandara Samarinda di Sungai Siring, akan lebih baik dibatalkan.
Bandara Samarinda di Sungai Siring secara nyata tidak layak ditinjau dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Walaupun kemudian Komisi AMDAL Propinsi Kalimantan Timur menyatakan telah lulus AMDAL, namun bila dikaji lebih dalam lagi, senyatanya proses kajian AMDAL TIDAK PERNAH DILAKUKAN oleh Konsultan AMDAL. Akan ada dua anak sungai Karang Mumus yang dipotong, Hutan Pendidikan dan Kebun Botani Unmul akan terganggu, demikian pula terhadap kawasan-kawasan sekitarnya. Maka untuk Bandara Samarinda di Sungai Siring, akan lebih baik dibatalkan.
Bila terlalu sulit untuk mewujudkan
gagasan di atas, ada sebuah tawaran solusi alternatif yang mungkin akan lebih
menarik, dimana Pemerintah Kota Samarinda harus mendesign ulang sarana
transportasi kota menjadi sistem transportasi perairan, yaitu dengan merubah
jalan-jalan kota menjadi kanal-kanal yang juga merupakan jawaban atas semakin
mengecilnya ruang bagi air di kota.
Namun, bila saja Pemerintah Kota
Samarinda telah berhasil mengatasi permasalahan banjir di Kota Samarinda, maka
ini adalah jalan lain menuju surga (dunia).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
komentt yoo..