- By Erni Latifah
W
Jika diuraikan dengan kata-kata,
keindahan langit memang tidak akan pernah ada habisnya. Sungguh Maha
Besar bagi Dia yang menciptakan langit dengan segala isinya.
Kali ini kita akan bersama-sama
menguraikan rasa penasaran tentang cahaya yang berpendar luar biasa anggun
dalam dinginnya atmosfer lintang tinggi. Kemilau cahayanya yang terang
menyerupai fajar di pagi hari, mampu menimbulkan mitos di kalangan Bangsa
Yunani. Mereka menyebut pendar cahaya itu sebagai kehadiran Sang Dewa Fajar.
Namun demikian, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, mitos Dewa Fajar
itu telah tersisihkan dengan nama Aurora.
Aurora
merupakan pancaran cahaya pada langit daerah lintang tinggi, sebagai akibat
atas pembelokan partikel angin matahari oleh magnetosfer ke arah kutub, serta
adanya reaksi dengan molekul-molekul atmosfer.
Matahari, atau Bintang merah yang
menjadi pusat orbit planet-planet wilayah tatasurya ternyata hanyalah satu
diantara milyaran bintang lainnya di galaksi bimasakti. Pada inti pusatnya, ia memiliki suhu 14 juta kelvin dengan
tekanan 100 milyar kali lipat tekanan atmosfer di bumi. Cahaya yang dipancarkan
matahari berasal dari reaksi fusi termonuklir yang terjadi pada inti bintang.
Secara konveksi, energi hasil reaksi fusi tersebut dialirkan ke permukaan. Dari
aliran konveksi tersebut, tercipta medan magnet yang sangat kuat di permukaan
matahari. Daerah-daerah medan magnet tersebut relatif gelap (lebih dingin) dari
pada sekitarnya, sehingga ia dinamakan bintik matahari atau sunspot.
Menurut Pak Ma’rufin, sunspot ini
dianggap sebagai bendungan pasir pada arus air yang liar, nah ketika
kekuatannya sudah tak sanggup lagi menahan tekanan arus, maka ia akan ‘jebol’.
‘Jebol’nya sunspot ini akan memuntahkan kandungan energi yang disalurkan
sebagai arus proton atau elektron. Energi yang dilontaran keluar matahari
tersebutlah yang disebut sebagai angin matahari. Jika dengan intensitas
yang besar maka dinamakan badai matahari.
Proses terjadinya angin matahari.
Dimulai dengan terbentuk nya sunspot yang menciptakan medan magnet. Karena
kekuatan sudah tak sanggup lagi menahan tekanan arus, maka ia akan ‘jebol’.
Jebol nya sunspot ini akan memuntahkan kandungan energi yang disalurkan sebagai
arus proton atau elektron. Image Credit : UIO Oslo university
Perjalanan angin matahari menuju
bumi, dapat ditempuh selama 18 jam hingga 2 hari perjalanan antariksa. Ketika
melewati Merkurius dan Venus, angin matahari akan langsung begitu saja menerpa
atmosfernya, sehingga planet tersebut mengalami peningkatan suhu yang luar
biasa akibat dari terpaan aliran proton dan elektron yang dibawanya. Namun
demikian, lain halnya ketika angin matahari itu menghantam bumi.
Bumi ini bagaikan magnet yang
berukuran sangat besar, dengan kutub-kutub magnetnya hampir berdekatan dengan
kutub geografis bumi. Sehingga bumi ini dilapisi oleh medan magnet
(magnetosfer) yang berbentuk sebuah perisai yang mirip dengan buah apel, dimana
bumi berada pada inti buahnya dan magnetosfer berada pada kulit buah
apel.magnetosfer ini terdiri dari beberapa lapisan, dengan lapisan terbawahnya,
sabuk radiasi van allen yang berada di sekitar ekuator (khatulistuwa). Layaknya
sebuah perisai, magnetosfer dan sabuk van allen melindungi bumi dari terpaan
partikel angin matahari.
Angin matahari ditunjukkan pada
garis kuning sedang medan magnet bumi ditunjukkan pada garis biru.
Ketika angin matahari menerpa
magnetosfer, partikel-partikel angin matahari dibelokkan dan tertarik menuju
kutub medan magnet bumi. Semakin tinggi energi partikel, maka semakin dalam
lapisan magnetosfer yang berhasil ditembus olehnya. Aliran partikel yang
tertarik ke kutub medan magnet bumi akan bertumbukan dengan atom-atom yang ada
di atmosfer. Energi yang dilepaskan akibat reaksi dari proton dan elektron yang
bersinggungan dengan atom-atom di atmosfer, dapat dilihat secara visual melalui
pendar cahaya yang berwarna-warni di langit, atau yang kita kenal sebagai
Aurora. Di kutub utara bumi, aurora ini disebut sebagai aurora borealis, dan di
kutub selatan, disebut sebagai aurora australis.
Interaksi antara angin matahari dengan
medan magnet bumi. Sebagian partikel-partikel matahari tertarik menuju kutub.
Reaksi antara partikel angin
matahari dengan atmosfer bumi, menghasilkan berbagai macam warna pada aurora.
Perbedaan warna ini dipengaruhi oleh jenis atom yang berinteraksi dengan proton
dan elektron, mengingat pada ketinggian-ketinggian tertentu, jenis atom
penyusun atmosfer tidaklah sama. Pada ketinggian di atas 300 km, partikel angin
matahari akan bertumbukan dengan atom-atom hidrogen sehingga terbentuk warna
aurora kemerah-merahan. Semakin turun, yakni pada ketinggian 140 km, partikel
angin matahari bereaksi dengan atom oksigen yang membentuk cahaya aurora
berwarna biru atau ungu. Sementara itu, pada ketinggian 100 km proton dan
elektron bersinggungan dengan atom oksigen dan nitrogen sehingga aurora
tervisualisasikan dengan warna hijau dan merah muda.
Cahaya Aurora yang berwarna warni
mengandung arti ketinggian.
Jika teman-teman berniat dan
berminat untuk melihat keelokan aurora secara langsung, bisa langsung saja
berkunjung ke daerah-daerah lintang tinggi, seperti Kanada, New Zeland,
Antartika, dll. Ketika aktivitas matahari dalam keadaan stabil, maka frekuensi
terbentuknya aurora lebih sering pada bulan-bulan ekuinoks. (ekuinoks musim
semi jatuh pada tanggal 23 Maret, dan ekuinoks musim gugur adalah tanggal 21
September). Namun demikian ketika aktivitas matahari sedang meningkat, atau
dengan kata lain intensitas angin matahari tinggi, maka cahaya aurora pun akan
terbentuk semakin terang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
komentt yoo..