Sumber: Bapedal
Penyebab utama berlanjutnya kerusakan lingkungan global adalah pola konsumsi
dan produksi yang tidak berkelanjutan, terutama di negara-negara industri.
Tuntutan yang berlebihan dan gaya
hidup di kalangan orang-orang kaya menimbulkan tekanan berat terhadap
lingkungan. Sementara itu kalangan penduduk miskin tidak mampu memenuhi
kebutuhannya akan makanan, pelayanan kesehatan, tempat berteduh, dan
pendidikan. Pola konsumsi negara-negara maju yang cenderung berlebihan secara
langsung akan berpengaruh pada eksploitasi sumber daya alam negara berkembang
yang sedang memacu ketertinggalannya dengan negara-negara industri tersebut.
Jumlah penduduk Indonesia yang terus meningkat, saat ini diperkirakan
sekitar 185 juta jiwa, dan 206 juta jiwa pada tahun 2000, serta diperkirakan
akan menjadi 257 juta jiwa pada tahun 2020, dengan sekitar 58,2% (tahun 2000)
dan 56,6% (tahun 2020) penduduk tinggal di pulau Jawa, dan penduduk perkotaan
menjadi sekitar 38% pada tahun 2000 dan hampir 50% pada tahun 2020 (BPS dan
World Bank, 1994), tentunya secara langsung akan memberikan implikasi pada
semakin meningkatnya kebutuhan akan kecukupan pangan, sandang, perumahan,
enerji, serta kebutuhan-kebutuhan mendasar lainnya. Di lain pihak, dengan
meningkatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia pada dua dekade terakhir
ini, kebutuhan-kebutuhan tersebut secara bertahap juga cenderung mengalami
perubahan baik antara daerah misalnya Jawa dan luar Jawa, penduduk perkotaan
maupun pedesaan, serta antara golongan yang berpendapatan tinggi dan rendah.
Dalam Pembangunan Jangka Panjang (PJP) II, akibat pergeseran struktur
ekonomi dari sektor pertanian ke sektor industri, di pulau Jawa diperkirakan
70% lokasi industri akan terkonsentrasi di sekitar perkotaan. Hal ini
diperkirakan akan meyebabkan semakin meningkatnya beban pencemaran di wilayah
tersebut. Beban pencemaran air dari BOD diperkirakan akan meningkat dari
sekitar 250.000 ton per tahun pada tahun 1990 menjadi lebih dari 1.200 juta ton
per tahun pada tahun 2010 (Repelita VI). Bahan berbahaya dan beracun (B3)
diperkirakan akan meningkat dari di bawah 200.000 ton per tahun pada tahun 1990
menjadi sekitar 1 juta ton per tahun pada 2010. Pencemaran udara yang dicirikan
oleh peningkatan kadar debu, timah hitam (Pb), SO2, dan NOx, juga meningkat
dengan tumbuhnya sektor industri dan sektor transportasi. Beban pencemaran
udara dari limbah industri berupa SO2 akan meningkat dari sekitar 200.000 ton
per tahun pada tahun 1994 menjadi sekitar 1,5 juta ton per tahun pada akhir PJP
II.
Masalah konsumsi sumberdaya alam dan lingkungan bukan hanya di perkotaan,
tetapi juga di pedesaan yaitu semakin besarnya luas lahan kritis akibat
eksploitasi sumberdaya alam di areal pertanian tanah kering, hutan lindung,
suaka alam, dan kawasan lindung lainnya, yang pada saat ini sudah mencapai
kurang lebih 11 juta hektar tersebar di 39 Daerah Aliran Sungai (DAS) prioritas
pada 26 propinsi.
Dengan semakin terbukanya arus informasi global, tentunya segala sesuatu
yang terjadi di negara-negara industri atau pun di daerah-daerah yang lebih
maju perekonomiannya akan mempunyai dampak langsung pada negara-negara
berkembang atau daerah-daerah yang masih tertinggal. Pola konsumsi yang
cenderung berlebihan di negara-negara maju misalnya, baik secara langsung
ataupun tidak akan pula dilihat bahkan ditiru oleh negara-negara berkembang
dalam upaya mengejar ketertinggalannya. Secara sistematis negara-negara
berkembang dipaksa untuk mengeksploitasi sumber-sumber dayanya guna memenuhi
permintaan negara-negara maju sekaligus mempengaruhi perubahan pola konsumsi
dan gaya hidup di negara-negara berkembang
termasuk Indonesia .
Perubahan pola konsumsi dalam bagian ini, meliputi berbagai issue dan aspek
yang relatif cukup luas. Oleh karena itu bagian ini tidak dapat dilepaskan dari
pembahasan pada bagian-bagian lain, misalnya masalah penduduk, kemiskinan,
perumahan, pangan dan lain sebagainya.
Area program dalam bagian ini meliputi pola konsumsi dan produksi yang tidak
berkelanjutan di Indonesia, dan mengenai strategi dan kebijakan yang dapat
dilakukan dalam upaya mendorong perubahan pola konsumsi agar tetap
berkelanjutan. Karena kebutuhan akan pangan masih merupakan masalah yang sangat
penting di negara berkembang seperti Indonesia , maka kajian dalam bagian
ini juga lebih dititikberatkan pada perubahan pola konsumsi pangan tersebut.
Pangan merupakan kebutuhan manusia untuk tetap hidup, sehingga sebesar
apapun pendapatan seseorang ia akan tetap berusaha memperoleh pangan yang
memadai. Sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan seseorang, ataupun
rumah tangga maka mereka cenderung akan terus menambah konsusmsi makanannya.
Walaupun demikian, sampai pada batas tertentu peningkatan pendapatan tidak lagi
menyebabkan bertambahnya jumlah makanan yang dikonsumsi, karena kebutuhan
manusia akan makanan pada dasarnya mempunyai titik jenuh. Bila secara kuantitas
kebutuhan seseorang sudah terpenuhi, maka biasanya ia akan mementingkan
kualitas atau beralih pada pemenuhan kebutuhan bukan makanan. Dengan demikian
ada kecenderungan semakin tinggi pendapatan seseorang semakin berkurang
persentase pendapatan yang dibelanjakannya untuk makanan. Di samping itu dalam
area program ini – sebagai akibat adanya perubahan pola konsumsi pangan, maka
akan dilihat pula secara singkat perubahan pola konsumsi akan sandang dan
perumahan (dalam pembahasan bersama-sama pangan), air dan energi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
komentt yoo..