Ibnu khaldun selain tokoh filsafat dunia yang
terkenal, ibnu khaldun juga tokoh islam dunia yang ahli dalam bidang
kenegaraan. Ibnu Khaldun membahas aneka ragam masalah ekonomi yang luas.
Bapak ekonomi Di antara sekian banyak pemikir masa lampau yang mengaji ekonomi
Islam, Ibnu Khaldun merupakan salah satu ilmuwan yang paling menonjol. Ibnu
Khaldun sering disebut sebagai raksasa intelektual paling terkemuka di dunia.
Ia bukan saja Bapak Sosiologi tetapi juga Bapak Ilmu ekonomi
Jika kita berbicara tentang seorang cendekiawan yang satu ini,
memang cukup unik dan mengagumkan. Sebenarnya, dialah yang patut dikatakan
sebagai pendiri ilmu sosial. Ia lahir dan wafat di saat bulan suci Ramadan.
Nama lengkapnya adalah Waliuddin Abdurrahman bin Muhammad bin Muhammad bin Abi
Bakar Muhammad bin al-Hasan yang kemudian masyhur dengan sebutan Ibnu Khaldun.
Pemikiran-pemikirannya yang cemerlang mampu memberikan pengaruh
besar bagi cendekiawan-cendekiawan Barat dan Timur, baik Muslim maupun
non-Muslim. Dalam perjalanan hidupnya, Ibnu Khaldun dipenuhi dengan berbagai
peristiwa, pengembaraan, dan perubahan dengan sejumlah tugas besar serta
jabatan politis, ilmiah dan peradilan. Perlawatannya antara Maghrib dan
Andalusia, kemudian antara Maghrib dan negara-negara Timur memberikan hikmah
yang cukup besar. Ia adalah keturunan dari sahabat Rasulullah saw. bernama Wail
bin Hujr dari kabilah Kindah.
Lelaki yang lahir di
Tunisia pada 1 Ramadan 732 H./27 Mei 1332 M. adalah dikenal sebagai sejarawan
dan bapak sosiologi Islam yang hafal Alquran sejak usia dini. Sebagai ahli
politik Islam, ia pun dikenal sebagai bapak Ekonomi Islam, karena
pemikiran-pemikirannya tentang teori ekonomi yang logis dan realistis jauh
telah dikemukakannya sebelum Adam Smith (1723-1790) dan David Ricardo
(1772-1823) mengemukakan teori-teori ekonominya. Bahkan ketika memasuki usia
remaja, tulisan-tulisannya sudah menyebar ke mana-mana. Tulisan-tulisan dan
pemikiran Ibnu Khaldun terlahir karena studinya yang sangat dalam, pengamatan
terhadap berbagai masyarakat yang dikenalnya dengan ilmu dan pengetahuan yang
luas, serta ia hidup di tengah-tengah mereka dalam pengembaraannya yang luas
pula.
Selain itu dalam
tugas-tugas yang diembannya penuh dengan berbagai peristiwa, baik suka dan
duka. Ia pun pernah menduduki jabatan penting di Fes, Granada, dan Afrika Utara
serta pernah menjadi guru besar di Universitas al-Azhar, Kairo yang dibangun
oleh dinasti Fathimiyyah. Dari sinilah ia melahirkan karya-karya yang
monumental hingga saat ini. Nama dan karyanya harum dan dikenal di berbagai
penjuru dunia. Panjang sekali jika kita berbicara tentang biografi Ibnu
Khaldun, namun ada tiga periode yang bisa kita ingat kembali dalam perjalan
hidup beliau. Periode pertama, masa dimana Ibnu Khaldun menuntut berbagai bidang
ilmu pengetahuan. Yakni, ia belajar Alquran, tafsir, hadis, usul fikih, tauhid,
fikih madzhab Maliki, ilmu nahwu dan sharaf, ilmu balaghah, fisika dan
matematika.
Dalam semua bidang studinya mendapatkan nilai yang sangat
memuaskan dari para gurunya. Namun studinya terhenti karena penyakit pes telah
melanda selatan Afrika
pada tahun 749 H. yang
merenggut ribuan nyawa. Ayahnya dan sebagian besar gurunya meninggal dunia. Ia
pun berhijrah ke Maroko selanjutnya ke Mesir; Periode kedua, ia terjun dalam
dunia politik dan sempat menjabat berbagai posisi penting kenegaraan seperti
qadhi al-qudhat (Hakim Tertinggi). Namun, akibat fitnah dari lawan-lawan
politiknya, Ibnu Khaldun sempat juga dijebloskan ke dalam penjara.
Setelah keluar dari
penjara, dimulailah periode ketiga kehidupan Ibnu Khaldun, yaitu berkonsentrasi
pada bidang penelitian dan penulisan, ia pun melengkapi dan merevisi
catatan-catatannya yang telah lama dibuatnya. Seperti kitab al-’ibar (tujuh
jilid) yang telah ia revisi dan ditambahnya bab-bab baru di dalamnya, nama
kitab ini pun menjadi Kitab al-’Ibar wa Diwanul Mubtada’ awil Khabar fi Ayyamil
‘Arab wal ‘Ajam wal Barbar wa Man ‘Asharahum min Dzawis Sulthan al-Akbar.
Kitab al-i’bar ini
pernah diterjemahkan dan diterbitkan oleh De Slane pada tahun 1863, dengan
judul Les Prolegomenes d’Ibn Khaldoun. Namun pengaruhnya baru terlihat setelah
27 tahun kemudian. Tepatnya pada tahun 1890, yakni saat pendapat-pendapat Ibnu
Khaldun dikaji dan diadaptasi oleh sosiolog-sosiolog German dan Austria yang
memberikan pencerahan bagi para sosiolog modern.
Karya-karya lain Ibnu
Khaldun yang bernilai sangat tinggi diantaranya, at-Ta’riif bi Ibn Khaldun
(sebuah kitab autobiografi, catatan dari kitab sejarahnya); Muqaddimah
(pendahuluan atas kitabu al-’ibar yang bercorak sosiologis-historis, dan
filosofis); Lubab al-Muhassal fi Ushul ad-Diin (sebuah kitab tentang
permasalahan dan pendapat-pendapat teologi, yang merupakan ringkasan dari kitab
Muhassal Afkaar al-Mutaqaddimiin wa al-Muta’akh-khiriin karya Imam Fakhruddin
ar-Razi).
DR. Bryan S. Turner,
guru besar sosiologi di Universitas of Aberdeen, Scotland dalam artikelnya
“The Islamic Review & Arabic Affairs” di tahun 1970-an mengomentari tentang
karya-karya Ibnu Khaldun. Ia menyatakan, “Tulisan-tulisan sosial dan sejarah dari
Ibnu Khaldun hanya satu-satunya dari tradisi intelektual yang diterima dan
diakui di dunia Barat, terutama ahli-ahli sosiologi dalam bahasa Inggris (yang
menulis karya-karyanya dalam bahasa Inggris).” Salah satu tulisan yang sangat
menonjol dan populer adalah muqaddimah (pendahuluan) yang merupakan buku
terpenting tentang ilmu sosial dan masih terus dikaji hingga saat ini.
Bahkan buku ini telah
diterjemahkan dalam berbagai bahasa. Di sini Ibnu Khaldun menganalisis apa yang
disebut dengan ‘gejala-gejala sosial’ dengan metoda-metodanya yang masuk akal
yang dapat kita lihat bahwa ia menguasai dan memahami akan gejala-gejala sosial
tersebut. Pada bab ke dua dan ke tiga, ia berbicara tentang gejala-gejala yang
membedakan antara masyarakat primitif dengan masyarakat moderen dan bagaimana
sistem pemerintahan dan urusan politik di masyarakat.
Bab ke dua dan ke empat berbicara tentang gejala-gejala yang
berkaitan dengan cara berkumpulnya manusia serta menerangkan pengaruh
faktor-faktor dan lingkungan geografis terhadap gejala-gejala ini. Bab ke empat
dan ke lima, menerangkan tentang
ekonomi dalam individu,
bermasyarakat maupun negara. Sedangkan bab ke enam berbicara tentang
paedagogik, ilmu dan pengetahuan serta alat-alatnya. Sungguh mengagumkan sekali
sebuah karya di abad ke-14 dengan lengkap menerangkan hal ihwal sosiologi,
sejarah, ekonomi, ilmu dan pengetahuan. Ia telah menjelaskan terbentuk dan
lenyapnya negara-negara dengan teori sejarah.
Ibnu Khaldun sangat
meyakini sekali, bahwa pada dasarnya negera-negara berdiri bergantung pada
generasi pertama (pendiri negara) yang memiliki tekad dan kekuatan untuk
mendirikan negara. Lalu, disusul oleh generasi ke dua yang menikmati kestabilan
dan kemakmuran yang ditinggalkan generasi pertama. Kemudian, akan datang generasi
ke tiga yang tumbuh menuju ketenangan, kesenangan, dan terbujuk oleh materi
sehingga sedikit demi sedikit bangunan-bangunan spiritual melemah dan negara
itu pun hancur, baik akibat kelemahan internal maupun karena serangan
musuh-musuh yang kuat dari luar yang selalu mengawasi kelemahannya.
Ada beberapa catatan
penting dari sini yang dapat kita ambil bahan pelajaran. Bahwa Ibnu Khaldun
menjunjung tinggi ilmu pengetahuan dan tidak meremehkan akan sebuah sejarah. Ia
adalah seorang peneliti yang tak kenal lelah dengan dasar ilmu dan pengetahuan
yang luas. Ia selalu memperhatikan akan komunitas-komunitas masyarakat. Selain
seorang pejabat penting, ia pun seorang penulis yang produktif. Ia menghargai
akan tulisan-tulisannya yang telah ia buat. Bahkan ketidaksempurnaan dalam
tulisannya ia lengkapi dan perbaharui dengan memerlukan waktu dan kesabaran.
Sehingga karyanya benar-benar berkualitas, yang di adaptasi oleh situasi dan
kondisi.
Karena
pemikiran-pemikirannya yang briliyan Ibnu Khaldun dipandang sebagai peletak
dasar ilmu-ilmu sosial dan politik Islam. Dasar pendidikan Alquran yang
diterapkan oleh ayahnya menjadikan Ibnu Khaldun mengerti tentang Islam, dan
giat mencari ilmu selain ilmu-ilmu keislaman. Sebagai Muslim dan hafidz
Alquran, ia menjunjung tinggi akan kehebatan Alquran. Sebagaimana dikatakan
olehnya, “Ketahuilah bahwa pendidikan Alquran termasuk syiar agama yang
diterima oleh umat Islam di seluruh dunia Islam. Oleh kerena itu pendidikan
Alquran dapat meresap ke dalam hati dan memperkuat iman. Dan pengajaran Alquran
pun patut diutamakan sebelum mengembangkan ilmu-ilmu yang lain.”
Jadi, nilai-nilai spiritual sangat di utamakan sekali dalam
kajiannya, disamping mengkaji ilmu-ilmu lainnya. Kehancuran suatu negara,
masyarakat, atau pun secara individu dapat disebabkan oleh lemahnya nilai-nilai
spritual. Pendidikan agama sangatlah penting sekali sebagai dasar untuk
menjadikan insan yang beriman dan bertakwa untuk kemaslahatan umat. Itulah
kunci keberhasilan Ibnu Khaldun, ia wafat di Kairo Mesir pada saat bulan suci
Ramadan tepatnya pada tanggal 25 Ramadan 808 H./19 Maret 1406 M.[1]
B. Ibnu Khaldun: Bapak Ekonomi Islam
Marak dan berkembangnya ekonomi Islam pada tiga dasawarsa
belakangan ini, telah mendorong dan mengarahkan perhatian para ilmuwan modern
kepada pemikiran ekonomi Islam klasik. Telah ada lebih dari 2000-an judul buku
dan tulisan tentang ekonomi Islam sejak masa klasik hingga saat ini.
Yang paling disayangkan lagi adalah sikap para intelektual muslim
atau ulama dalam dua abad belakangan ini yang tidak melanjutkan dan
mengembangkan kajian ekonomi Islam yang telah dirintis dan dibangun oleh para
ulama terdahulu. Intelektual dan ulama kita di era kontemporer ini, lebih
banyak fokus pada kajian pengembangan materi fikih ibadah, munakahat, teologi
(ilmu kalam), pemkiran Islam dan tasawuf, di samping ilmu-ilmu tafsir dan
hadits. Maka tak heran jika mereka dangkal sekali pengetahuannya tentang ilmu
ekonomi Islam, termasuk soal bunga bank dan dampaknya terhadap inflasi,
investasi, produksi dan pengangguran juga spekulasi dan stabilitas moneter.
Mereka mengabaikan kajian-kajian ekonomi Islam yang ilmiah dan empiris yang
telah dilakukan ilmuwan Islam klasik. Fenomena itulah yang disesalkan Prof Dr
Muhammad Nejatyullah Ash-Shiddiqy, guru besar ekonomi Univ King Abdul Aziz
Saudi.[2]
Kejayaan peradaban Islam dan pengaruhnya atas panggung sejarah
dunia untuk 1000 tahun, tidak mungkin tanpa diiringi dengan ide-ide ekonomi dan
sejenisnya. Dari Abu Yusuf pada abad ke 2 Hijriyah sampai ke Thusi dan
Waliullah (abad 18), kita memiliki kesinambungan dari serentetan pembahasan
yang sungguh-sungguh mengenai perpajakan, pengeluaran pemerintah, ekonomi rumah
tangga, uang dan perdagangan, pembagian kerja, monopoli, pengawasan harga dan
sebagainya. Tapi sangat disayangkan, tidak ada perhatian yang sungguh-sungguh
yang diberikan atas khazanah intelektual yang berharga ini oleh pusat-pusat
riset akademik di bidang ilmu ekonomi.
Di masa klasik Islam, yang sejak abad 2 Hijrah s/d 9 Hijriyah,
banyak lahir ilmuwan Islam yang mengembangkan kajian ekonomi (bukan fikih
muamalah), tetapi kajian ekonomi empiris yang menjelaskan fenomena aktual
aktivitas ekonomi secara riil di masyarakat dan negara, seperti mekanisme pasar
(supply and demand), public finance, kebijakan fiskal dan moneter, pemikiran
ulama tentang ekonomi Islam di masa klasik sangat maju dan cemerlang, jauh
mendahului pemikir Barat modern seperti Adam Smith, Keynes, Ricardo, dan
Malthus.
Bapak ekonomi Di antara sekian banyak pemikir masa lampau yang
mengaji ekonomi Islam, Ibnu Khaldun merupakan salah satu ilmuwan yang paling
menonjol. Ibnu Khaldun sering disebut sebagai raksasa intelektual paling
terkemuka di dunia. Ia bukan saja Bapak Sosiologi tetapi juga Bapak Ilmu
ekonomi, karena banyak teori ekonominya yang jauh mendahului Adam Smith dan
Ricardo. Artinya, ia lebih dari tiga abad mendahului para pemikir Barat modern
tersebut. Muhammad Hilmi Murad secara khusus telah menulis sebuah karya ilmiah
berjudul Abul Iqtishad: Ibnu Khaldun. Artinya Bapak ekonomi: Ibnu Khaldun.
Dalam tulisan tersebut Ibnu Khaldun dibuktikannya secara ilmiah sebagai
penggagas pertama ilmu ekonomi secara empiris. Karya tersebut disampaikannya
pada Simposium tentang Ibnu Khaldun di Mesir 1978.
Sebelum Ibnu Khaldun, kajian-kajian ekonomi di dunia Barat masih
bersifat normatif, adakalanya dikaji dari perspektif hukum, moral dan adapula
dari perspektif filsafat. Karya-karya tentang ekonomi oleh para imuwan Barat,
seperti ilmuwan Yunani dan zaman Scholastic bercorak tidak ilmiah, karena
pemikir zaman pertengahan tersebut memasukkan kajian ekonomi dalam kajian moral
dan hukum. Sedangkan Ibnu Khaldun mengaji problem ekonomi masyarakat dan negara
secara empiris. Ia menjelaskan fenomena ekonomi secara aktual.
Ibnu Khaldun membahas aneka ragam masalah ekonomi yang luas,
termasuk ajaran tentang tata nilai, pembagian kerja, sistem harga, hukum
penawaran dan permintaan, konsumsi dan produksi, uang, pembentukan modal,
pertumbuhan penduduk, makro ekonomi dari pajak dan pengeluaran publik, daur
perdagangan, pertanian, indusrtri dan perdagangan, hak milik dan kemakmuran,
dan sebagainya. Ia juga membahas berbagai tahapan yang dilewati masyarakat
dalam perkembangan ekonominya. Kita juga menemukan paham dasar yang menjelma
dalam kurva penawaran tenaga kerja yang kemiringannya berjenjang mundur.
Ibnu Khaldun telah menemukan sejumlah besar ide dan pemikiran
ekonomi fundamental, beberapa abad sebelum kelahiran resminya (di Eropa). Ia
menemukan keutamaan dan kebutuhan suatu pembagian kerja sebelum ditemukan Smith
dan prinsip tentang nilai kerja sebelum Ricardo. Ia telah mengolah suatu teori
tentang kependudukan sebelum Malthus dan mendesak akan peranan negara di dalam
perekonomian sebelum Keynes. Bahkan lebih dari itu, Ibnu Khaldun telah
menggunakan konsepsi-konsepsi ini untuk membangun suatu sistem dinamis yang
mudah dipahami dimana mekanisme ekonomi telah mengarahkan kegiatan ekonomi
kepada fluktuasi jangka panjang.[3]
Lafter, Penasehat ekonomi Presiden Ronald Reagan, yang menemukan
teori Laffter Curve, berterus terang bahwa ia mengambil konsep Ibnu Khaldun.
Ibnu Khaldun mengajukan obat resesi ekonomi, yaitu mengecilkan pajak dan
meningkatkan pengeluaran (ekspor) pemerintah. Pemerintah adalah pasar terbesar
dan ibu dari semua pasar dalam hal besarnya pendapatan dan penerimaannya. Jika
pasar pemerintah mengalami penurunan, maka adalah wajar jika pasar yang lainpun
akan ikut turun, bahkan dalam agregate yang cukup besar.
Oleh karena besarnya sumbangan Ibnu Khaldun dalam pemikiran
ekonomi, maka Boulakia mengatakan, Sangat bisa dipertanggung jawabkan jika kita
menyebut Ibnu Khaldun sebagai salah seorang Bapak ilmu ekonomi. Shiddiqi juga
menyimpulkan bahwa Ibnu Khaldun secara tepat dapat disebut sebagai ahli ekonomi
Islam terbesar.
C. Ibnu Khaldun dan Teori Ekonomi
Ibnu Khaldun dalam buku karyanya “Muqaddimah” mengemukakan sebuah
teori “Model Dinamika” yang mempunyai pandangan jelas bagaimana faktor-faktor
dinamika sosial, moral, ekonomi, dan politik saling berbeda namun saling
berhubungan satu dengan lainnya bagi kemajuan maupun kemunduran sebuah
lingkungan masyarakat atau pemerintahan sebuah wilayah (negara). Ibnu Khaldun
telah menyumbangkan teori produksi, teori nilai, teori pemasaran, dan teori
siklus yang dipadu menjadi teori ekonomi umum yang koheren dan disusun dalam kerangka
sejarah.
Dalam penentuan harga di pasar atas sebuah produksi, faktor yang
sangat berpengaruh adalah permintaan dan penawaran. Ibnu Khaldun menekankan
bahwa kenaikan penawaran atau penurunan permintaan menyebabkan kenaikan harga,
demikian pula sebaliknya penurunan penawaran atau kenaikan permintaan akan
menyebabkan penurunan harga. Penurunan harga yang sangat drastis akan merugikan
pengrajin dan pedagang serta mendorong mereka keluar dari pasar, sedangkan
kenaikan harga yang drastis akan menyusahkan konsumen. Harga “damai” dalam
kasus seperti ini sangat diharapkan oleh kedua belah pihak, karena ia tidak
saja memungkinkan para pedagang mendapatkan tingkat pengembalian
yang ditolerir oleh pasar dan juga mampu menciptakan kegairahan pasar dengan
meningktakan penjualan untuk memperoleh tingkat keuntungan dan kemakmuran
tertentu. Akan tetapi, harga yang rendah dibutuhkan pula, karena memberikan
kelapangan bagi kaum miskin yang menjadi mayoritas dalam sebuah populasi.
Dengan demikian, tingkat harga yang stabil dengan biaya hidup yang
relatif rendah menjadi pilihan bagi masyarakat dengan sudut pandang pertumbuhan
dan keadilan dalam perbandingan masa inflasi dan deflasi. Inflasi akan merusak
keadilan, sedangkan deflasi mengurangi insentif dan efisiensi. Harga rendah
untuk kebutuhan pokok seharusnya tidak dicapai melalui penetapan harga baku
oleh negara karena hal itu akan merusak insentif bagi produksi. Faktor yang
menetapkan penawaran, menurut Ibnu Khaldun, adalah permintaan, tingkat
keuntungan relatif, tingkat usaha manusia, besarnya tenaga buruh termasuk ilmu
pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki, ketenangan dan keamanan, dan
kemampuan teknik serta perkembangan masyarakat secara keseluruhan. Jika harga
turun dan menyebabkan kebangkrutan modal menjadi hilang, insentif untuk
penawaran menurun, dan mendorong munculnya resesi, sehingga pedagang dan
pengrajin menderita. Pada sisi lain, faktor-faktor yang menentukan permintaan
adalah pendapatan, jumlah penduduk, kebiasaan dan adat istiadat masyarakat,
serta pembangunan dan kemakmuran masyarakat secara umum.
Menurut Ibnu Khaldun, seorang individu tidak akan dapat memenuhi
seluruh kebutuhan ekonominya seorang diri, melainkan mereka harus bekerjasama
dengan pembagian kerja dan spesialisasi. Apa yang dapat dipenuhi melalui
kerjasama yang saling menguntungkan jauh lebih besar daripada apa yang dicapai
oleh individu-individu secara sendirian. Dalam teori modern, pendapat ini mirip
dengan teori comparative advantage.
Negara merupakan faktor penting dalam produksi, yakni melalui
pembelanjaannya yang akan mampu meningkatkan produksi dan melalui pajaknya akan
dapat melemahkan produksi. Pemerintah akan membangun pasar terbesar untuk
barang dan jasa yang merupakan sumber utama bagi semua pembangunan. Penurunan
belanja negara tidak hanya menyebabkan kegiatan usaha menjadi sepi dan
menurunnya keuntungan, tetapi juga mengakibatkan penurunan dalam penerimaan
pajak. Semakin besar belanja pemerintah, semakin baik perekonomian karena
belanja yang tinggi memungkinkan pemerintah untuk melakukan hal-hal yang
dibutuhkan bagi penduduk dan menjamin stabilitas hukum, peraturan, dan politik.
Oleh karena itu, untuk mempercepat pembangunan kota, pemerintah harus berada
dekat dengan masyarakat dan mensubsidi modal bagi mereka seperti layaknya air
sungai yang membuat hijau dan mengaliri tanah di sekitarnya, sementara di
kejauhan segalanya tetap kering.
Faktor terpenting untuk prospek usaha adalah meringankan seringan
mungkin beban pajak bagi pengusaha untuk menggairahkan kegiatan bisnis dengan menjamin
keuntungan yang lebih besar (setelah pajak). Pajak dan bea cukai yang ringan
akan membuat rakyat memiliki dorongan untuk lebih aktif berusaha sehingga
bisnis akan mengalami kemajuan. Pajak yang rendah akan membawa kepuasan yang
lebih besar bagi rakyat dan berdampak kepada penerimaan pajak yang meningkat
secara total dari keseluruhan penghitungan pajak.
Kemudian, dengan berlalunya waktu, kebutuhan-kebutuhan negara akan
meningkat dan nilai pajak naik untuk meningkatkan hasil. Apabila kenaikan ini
berlangsung perlahan-lahan rakyat akan terbiasa, namun pada akhirnya ada akibat
kurang baik terhadap insentif sehingga aktivitas usaha mengalami kelesuhan dan
penurunan, demikian pula terhadap hasil perpajakannya.
Perekonomian yang makmur di awal suatu pemerintahan menghasilkan
penerimaan pajak yang lebih tinggi dari tarif pajak yang lebih rendah,
sementara perekonomian yang mengalami depresi akan menghasilkan penerimaan
pajak yang lebih rendah dengan tarif yang lebih tinggi. Alasan terjadinya hal
tersebut adalah rakyat yang mendapatkan perlakuan tidak adil dalam kemakmuran
mereka akan mengurangi keinginan mereka untuk menghasilkan dan memperoleh
kemakmuran.[4]
Apabila keinginan itu hilang, maka mereka akan berhenti bekerja
karena semakin besar pembebanan maka akan semakin besar efek terhadap usaha
mereka dalam berproduksi. Akhirnya, jika rakyat enggan menghasilkan dan
bekerja, maka pasar akan mati dan kondisi rakyat akan semakin memburuk serta
penerimaan pajak juga akan menurun. Oleh karena itu, Ibnu Khaldun menganjurkan
keadilan dalam perpajakan. Pajak yang adil sangat berpengaruh terhadap
kemakmuran suatu negara. Kemakmuran cenderung bersirkulasi antara rakyat dan
pemerintah, dari pemerintah ke rakyat, dan dari rakyat ke pemerintah, sehingga
pemerintah tidak dapat menjauhkan belanja negara dari rakyat karena akan
mengakibatkan rakyat menjauh dari pemerintah.
Kontribusi Ibnu Khaldun
dalam pengembangan ilmu pengetahuan cukup signifikan, namun sayang beliau lahir
pada saat dunia Islam mulai mengalami kemunduran. Kemunduran umat Islam dimulai
sejak abad ke 12 ditandai dengan kemerosoatan moralitas, hilangnya dinamika
dalam Islam setelah munculnya dogmatisme dan kekakuan berfikir, kemunduran
dalam aktivitas intelektual dan keilmuan, pemberontakan-pemberontakan lokal dan
perpecahan di antara umat, peperangan dan serangan dari pihak luar, terciptanya
ketidakseimbangan keuangan dan kehilangan rasa aman terhadap kehidupan dan
kekayaan, dan faktor-faktor lainnya yang mencapai puncaknya pada abad ke 16
pada masa Dinasti Mamluk Ciscassiyah yang penuh korupsi sehingga mempercepat
proses kemunduran tersebut.
Kemajuan dan kemunduran yang dialami oleh umat Islam itu, bukanlah
seperti sebuah garis lurus, tetapi naik-turun dan berlangsung beberapa abad
lamanya. Berbagai upaya dan usaha telah dilakukan guna menghentikan kemunduran
itu, namun karena sebab utama tetap ada, maka kemerosotan terus berlangsung
hingga saat ini. Faktor utama untuk menghindari kemunduran tersebut adalah
dengan kembali kepada ajaran Islam yang sesungguhnya yang berorientasi kepada
falah oriented, yakni menuju kemakmuran di dunia dan kebahagiaan di akhirat.
D. Penutup..Daftar Pustaka dan FootNote
Paparan di atas
menunjukkan bahwa tak disangsikan lagi Ibnu Khaldun adalah Bapak ekonomi yang
sesungguhnya. Dia bukan hanya Bapak ekonomi Islam, tapi Bapak ekonomi Dunia.
Dengan demikian, sesungguhnya beliaulah yang lebih layak disebut Bapak ekonomi
dibanding Adam Smith yang diklaim Barat sebagai Bapak ekonomi melalui buku The
Wealth of Nation.. Karena itu sejarah ekonomi perlu diluruskan kembali agar
umat Islam tidak sesat dalam memahami sejarah intelektual umat Islam. Tulisan
ini tidak bisa menguraikan pemikiran Ibnu Khaldun secara detail, karena ruang
yang terbatas dan lagi pula pemikirannya terlalu ilmiah dan teknis jika
dipaparkan di sini.
Daftar
Pustaka
§
Agustianto, “Ibnu Khaldun Bapak Ekonomi” dalam www.hupelita.com
didownload pada 23 November 2007.
§
Gamal, Merza Ibnu Khaldun dan Teori Komunikasi dalam
www.hupelita.com didownload pada 23 November 2007.
§
Penulis,“Biografi Ibnu Khaldun” dalam
http://www.jacksite.wordpress.com /2007/04/17/biografi-ibnu-khaldun didownload
pada 23 November 2007.
§
Shiddiqy, Muhammad Nejatyullah, Muslim Economic Thingking, Islamic
Fondation. United Kingdom: t.p., 1976.
FootNote
§
[1] “Biografi Ibnu Khaldun” dalam
http://www.google.com/search?q=cache:
lbGK9jP1v_IJ:jacksite.wordpress.com/2007/04/17/biografi-ibnu-khaldun didownload
pada 23 November 2007.
§
[2] Muhammad Nejatyullah Ash-Shiddiqy, Muslim Economic Thingking,
Islamic Fondation (United Kingdom: t.p., , 1976), h. 264
§
[3] Agustianto, “Ibnu Khaldun Bapak Ekonomi” dalam
www.hupelita.com didownload pada 23 November 2007
[4] Merza Gamal, Ibnu Khaldun dan Teori Komunikasi dalam
www.hupelita.com didownload pada 23 November 2007.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
komentt yoo..