Bagaimana pemimpin bisnis
mempertimbangkan isu proses perencanaan workforce pada outsourching dengan
menugaskan planner HR dan manajemen secara aktif. Untuk membantu pemimpin dan
planner, penulis menawarkan model human resource planning (HRP) yang baru dan
menyarankan best practice untuk perencanaan dan implementasi dalam mengatur
outsourching. Didasarkan pada theori HRP yang dinamis dan riset pada kasus dan
pendekatan outsourching sekarang, penulis menawarkan sebuah roadmap untuk
menghadapi tantangan outsourching. Kemudian penulis secara langsung menyarankan
untuk riset selanjutnya pada isu outsourching kontemporer.
Pertimbangan ilmiah dan orientasi
praktis riset yang telah dilakukan dalam outsourching dan HRP tidak cukup pada atensi
untuk membayar HR sebagai aspek outsourching, lebih khusus adalah aturan pada
proses HRP. Ada
dua cara untuk melihat hubungan antara HRP dan outsourching: 1) Pada HRP model
menunjukkan bahwa outsourching merupakan salah satu pendekatan untuk memenuhi
permintaan organisasi atas HR. Pada pandangan ini, aturan utama dari
outsourching adalah tersedianya HR. Implikasinya bahwa dalam menentukan
perencanaan HR berkaitan dengan produk, yang meliputi semua perencanaan HR
organisasi. Setelah itu disesuaikan dengan unit bisnis yang spesifik, kebutuhan
HR, dan aturan tentang skill HR yang dibutuhkan pada level tertentu. Sebagai
hasil dari pemikiran strategic, HR planner sering tidak menyelidiki sampai
proses outsourching, sebagai gantinya menawarkan “taktik”. Saat ini, keputusan
outsourching biasanya diambil oleh eksekutif bisnis sendiri dari HR planner.
Keputusan kebanyakan mengarah pada bisnis yang obyektif seperti mengurangi
biaya, meningkatkan fleksibelitas, akses pada teknologi khusus, atau secara
simple konsentasi pada core aktivitas outsourching dari bandwith manajemen; 2) Pandangan
bisnis dari outsourching dan HRP lebih menekankan pada aturan dari HR planner
selama evaluasi dari hubungan outsourching dan mendukung perubahan organisasi
sampai selesai. Terdapat perbedaan pandangan dari aturan HR planner dalam
mengatur outsourching, lebih kompleks dan nuansa bisnis dapat diabaikan hanya
pada risiko mereka. Selain itu, HR planner dapat meningkatkan keterlibatan dan
kepemimpinan mereka dalam proses outsourching.
Model HRP Selama Outsourching
HRP yang professional perlu
menunjukkan sejumlah poin kunci bagi perusahaannya dalam m empertimbangkan
proses, evaluasi, kontrak, inisiatif, transisi, dan memelihara hubungan
outsourced. Hal yang sama diaplikasikan untuk oursourching dari beberapa fungsi
HR, IT, call center etc, selain itu dapat diaplikasikan pada level dari semua
tipe dalam mengatur outsourching: onshore, nearshore, offshore, dan multishore.
Lebih jelas lihat gambar berikut.
Retain Appropiate HT Talent
Yang pertama dan utama, HRP tidak
perlu outsourced selama proses outshoucing. Pemikiran yang keliru terhadap
asumsi bahwa semua aspek HR dari outsourced workforce tidak diperlukan, dan
personnel HR tidak membutuhkan service dari fungsi outsourced. Keputusan dalam
jumlah personel HR diperlukan untuk mengontrol dan memonitor kualitas dan
jumlah dari workforce pada vendor. Melalui administarsi HR, seperti daftar gaji
dan benefit, dapat ditinggalkan dengan outsourced workforce, aspek HR lebih
strategic didalam organisasi dan meningkatkan kepentingannya. Aktual, kerja
dari HR mungkin lebih kompleks karena “knock-on” dampak untuk mengelola di
eksternal, workgorce dimasukkan ke dalam internal organisasi. HR mungkin perlu
melihat dalam dan menyesuaikannya dengan struktur organisasi dan profil dari
pekerjaan. Aturan HR sebelum, selama, dan setelah transisi outsourching
meningkat secara signifikan.
Consider Alternatives to Pure Outsourching
Mungkin beberapa alternatif untuk
outsourching akan mencapai tujuan dan lebih mudah bagi organisasi. Contoh,
tujuan kunci dari outsourching seperti menurunkan biaya dan fleksibel, dapat
mengatur ketidaktentuan tenaga kerja secara tradisional. Tradisional
arrangement meliputi: 1) Float workers, tenaga kerja yang full-time dilatih
silang sehingga mereka dapat dikembangkan lagi secara spesifik berdasarkan
pekerjaan untuk kebutuhan bisnis. Modal utama digunakan untuk mengatur
pembiayaan pada proses operasi yang tinggi permintaan volatilenya day to day,
2) Part time worker, digunakan untuk efisiensi biaya dengan cara me-manage tenaga
kerja secara musiman berdasarkan beban kerja, 3) temporary worker, sebagai cara
untuk mengefektifkan biaya dengan cara me-maintain fleksibelitas dalam operasi
yang volatile. Sewajarnya organisasi ingin memiliki stabilitas dalam jangka
waktu yang panjang maka digunakan “temporary labor”, 4) Payrolling and Employee
Leasing, adanya transfer sebagian atau semua employee organisasi ke organisasi
lain seperti PEO (professional Employee Organization). Motif utamanya adalah
untuk memudahkan administasi kerja dari pekerja., dan 5) Independent
Contractors, employee individual yang memiliki special perform dengan cara
kontrak secara umum high level dalam hal independence, judgment, skill, dan discreation.,
dan 6) Consultants, yang memiliki keahlian khusus untuk memberikan advice dan
biasanya dipinjam sebagai “warm bodies” oleh clientnya.
Pendekatan yang baru muncul untuk
merencanakan struktur outsourching adalah: 1) Internal (or captive) share service
Center, digunakan oleh beberapa perusahaan seperti GE, Citibank, HP, Microsoft,
mereka memiliki offshore pada proses outshourching. Digunakan pada skala
internal dengan giving up control dan akses pengetahuan, 2) Join venture and
equity partnership, digunakan untuk membangun tonggak/pancang pada waktu yang
lama untuk kedua bagian yang berhubungan dan biasanya digunakan sebagai sarana
transisi karyawan pada struktur upah yang lebih rendah, 3) Eksternal
co-sourching, kelompok dalam perusahaan setuju dengan kelompok operasinya, 4)
Vendor co-sourching, perusahaan mempertahankan kontrol proses pada saat melepas
detail operasi melalui penyusunan join investment leverage yang paling baik
dari kedua partner dan perbedaan risiko serta reward, 5) Re-Badging or
resourcing, taktik keterlibatan perusahaan
mentransfer employee kepada vendor selama proses, 6) Employee swapping, dan
7) Busines transformation, vendor melibatkan level strategic dengan client
untuk mempengaruhi secara langsung dan mengkontrol outcome bisnis.
Evaluate Vendor organization
HR planner memerlukan pengaruh pada seleksi vendor
berlandaskan evaluasi kepantasan dan kemampuan dari organisasi vendor.
Pertimbangan dalam memilih partner: 1) Sangat tinggi dalam menghadapi pelanggan
dan memerlukan interaksi substansiil dengan mereka, 2) Memerlukan pengetahuan
isyarat dari pelanggan, praktek bisnis, atau keterampilan khusus untuk industri
domestic, dan 3) Berhubungan dengan control proses atau “real time” lain atau
aplikasi dari misi yang kritis. Sebagai alternative melihat perusahaan yang
memiliki kapabilitas kerja outsourced yang transaksional: 1) terpisah,
kecukupan, dan meliputi interaksi kekurangan yang berkelanjutan, 2) Memerlukan
suatu derajat kecakapan teknis yang tinggi pada area teknis yang spesifik yang
mungkin sulit tau mahal bagi staf domestic, dan 3) Berhubungan pada proses
back-end atau aplikasi yang dapat dilaksanakan untuk mengurangi waktu atau
tanpa pengawasan yang tertutup. Sebagai contoh, ketika bank ABN AMRO memutuskan
tidak single organisasi vendor apakah cocok dengan kebutuhan, ini dikembangkan
secara menyeluruh dalam menyusun multivendor masuk pada onshore dan offshore.
Design the Internal
Organization that will manage the vendor
Yang penting tugas bagi HR planner adalah mendesain
internal organisasi kedepan untuk monitoring, controlling, dan managing vendor.
Dua isu dasar bagi HR planner untuk mempertimbangkan struktur organisasi,
skill, dan kompetensi yang diperlukan untuk “memperluas unit proses monitoring”
internal. Pilihan yang ada untuk mendesain internal organisasi: 1) Dedicated
vendor management unit, spesifik (sering centralized) tanggungjawab grup untuk
mengatur hubungan outshourching. Biasanya bagian dari unit fungsional atau
bisnis pada proses outsourced dan akan melaporkan kepada kepala unit, 2) Cross
functional team, lebih sering outsourcing lupa dipercaya untuk cross-functional
team dengan anggota yang ada dengan sebagian perbedaan dari organisasi. Contoh,
dalam pengembangan bisnis atau kontrak pembelian negosiasi grup dengan vendor,
manajemen proyek menset up area berhubungan dengan perubahan pengelola
selanjutnya, dan relevan dengan area manajer unit bisnis atau fungsional pada
interaksi day to day. Skil dan kompetensi diperlukan organisasi, dapat
mengkalisifikasikan kedalam 2 set dasar: 1) Subject matter expertise,
menunjukkan pengetahuan dari operasi, teknologi, atau platform outsouced. 2)
Supplier management, menunjukkan skil untuk membangun, me-manage, dan
memperhatikan hubungan supplier sementara cukup dengan mengkontrol.
Employ a Phased
Approach for Tarnsition
Yang perlu dipelajari oleh perusahaan umumnya untuk maju
dalam outsourching adalah pendekatan “big-bank” atau “clean break” untuk
menggerakkan kerja sepertiga bagian jangan bekerja kecuali bagi proses yang
sepenuhnya off-line, bukan bisnis kritis, yang relatif kecil, dan bukan waktu
kritis. Suatu tahapan transisi perlu ketika ada suatu kebutuhan untuk
kontinuitas bisnis dan transfer skill serta kesepakatan outsourcing yang besar
dan kompleks. Kadang kala transisi mungkin melibatkan lebih dari satu vendor
atau konsolidasi kerja dari beberapa vendor menjadi satu. Pencanaan HR dari
outsourcing perusahaan meliputi merubah beadcount di semua lokasi dan
perusahaan.
Build a Transition
Team
HR planner perlu untuk terlibat dalam manyusun secara
hatihati tim transisi dan struktur organisasi. Transisi pada proses bisnis dari
satu kesatuan kepada yang lain sementara adanya kepastian kontinuitas bisnis
yang saling berhubungan. Aturan kunci dan skill meliputi: 1) Executive sponsor,
anggota senior dari perusahaan yang bertanggungjawab dan akuntabel untuk
memutuskan mensukseskan outsourcing, 2) Engagement/transition manager,
seseorang yang menjadi pimpinan tim secara keseluruhan bertanggungjawab untuk
membuat dan mengimplementasikan perencanaan manajemen proyek, me-manage tim
transisi, memperhatikan arus komunikasi, dan memastikan kontinuitas bisnis, 3)
Delivery manager, seseorang yang bertanggungjawab terhadap setting up
infrastruktur operasi dan siap menjadi tim vendor, 4) Subject Matter
Expert/Technical Advisor, seseorang yang memiliki pengetahuan tentang proses
atau teknologi atau infrastruktur dari outsourced, dan 5) Team member,
tergantung pada ukuran dan kompoleksitas organisasi proyek. Model governance
tersebut konsisten dengan 4 komite yang dibuat oleh perusahaan yang dapat
membantu operasi pada interaksi selanjutnya, yaitu: Executive Steering
Committee, Operating Committee, Technical Committee, dan Project and Incident
Committee.
Build in Continous
Improvement and Flexibility
HR planner harus merencanakan kontinuitas peningkatan
teknologi baru atau produktivitas pada vendor, juga untuk internal organisasi.
Pemimpin harus merubah ukuran workforce, skill, dan kompetensi dari vendor. Perencanaan
HR bagi vendor harus memiliki dua komponen sebagai kontingensi dan permintaan
“surge” : 1) Base plan: ekspektasi
minimum (inti) jumlah sumber daya yang diperlukan beberapa waktu, 2)
Contingency plan: range sumber daya yang masih diperlukan yang mungkin
akibat dari seasonallty, husiness cycle,
atau peningkatan permintaan yang tak terduga.
Artikel ini mengusulkan model yang dapat dikembangkan untuk
dipertimbangkan selanjutnya pada HRP yang dinamis, perubahan manajemen
strategic, dan teori network organisasi. Selain itu direkomendasikan best
practice sebagai dasar utama pertimbangan organisasi, dan masing-masing best
practice dapat diinvestigasi menggunakan metode riset yang baku . Harapannya model ini menyarankan best
practice akan terbukti menjadi roadmap yang berharga bagi pemimpin bisnis dan
HR planner.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
komentt yoo..