A. Pengertian, Peran dan Tujuan
Bimbingan dan Konseling.
Bimbingan dan konseling adalah upaya
pemberian bantuan kepada peserta didik dengan menciptakan lingkungan
perkembangan yang kondusif, dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan,
supaya peserta didik dapat memahami dirinya sehingga sanggup mengarahkan diri
dan dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan tugas-tugas
perkembangan. Upaya bantuan ini dilakukan secara terencana dan sistematis untuk
semua peserta didik berdasarkan identifikasi kebutuhan mereka, pendidik,
institusi dan harapan orang tua dan dilakukan oleh seorang tenaga profesional
bimbingan dan konseling yaitu konselor.
Tujuan pendidikan yaitu membentuk
manusia yang seutuhnya. Bimbingan dan konseling secara tidak langsung menunjang
tujuan pendidikan dengan menangani masalah dan memberikan layanan secara khusus
pada siswa, agar siswa dapat mengembangkan dirinya secara penuh. Kehadiran
koselor sekolah membantu guru dalam memperluas pandangan guru tentang masalah
afektif yang erta kaitannya dengan profesi guru, seperti keadaan emosional yang
mempengaruhi proses belajar-mengajar, mengembangkan sikap positif dan menangani
masalah yang ditemui guru dalam pelaksanaan tugasnya. Konselor dan guru
merupakan suatu tim yang saling menunjang demi terciptanya pembelajaran yang
efektif. Kegiatan bimbingan dan konseling dengan demikian tidak bisa dilepaskan
dari kegiatan sekolah.
Tujuan bimbingan di sekolah ialah
membantu siswa dalam : 1) mengatasi kesulitan belajar, 2) mengatasi kebiasaan
yang tidak baik pada saat kegiatan belajar maupun dalam hubungan sosial, 3)
mengatasi kesulitan yang berhubungan dengan kesehatan jasmani, 4) hal yang
berkaitan dengan kelanjutan studi, 5) kesulitan yang berhubungan dengan
perencanaan dan pemilihan pekerjaan dan 6) mengatasi kesulitan masalah
sosial-emosional yang berasal dari murid berkaitan dengan lingkunga sekolah,
keluarga dan lingkungan yang lebih luas. Dalam bahasa lain Downing mengemukakan
bahwa tujuan bimbingan di sekolah sama dengan pendidikan terhadap diri sendiri
yaitu membantu siswa agar dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologis,
merealisasikan keinginan serta mengembangkan kemampuan dan potensinya.
B. Hambatan Konselor Dalam Melakukan
Layanan Bimbingan dan Konseling.
Keberadaan konselor dalam sistem
pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar
dengan kualifikasi guru, dosen, pamong belajar, tutor, widyaiswara,
fasilitator, dan instruktur (UU No. 20 Tahun 2003 pasal 1 Ayat 6). Namun masih
banyak ditemukan hambatan-hambatan yang dihadapi konselor dalam melakukan
layanan bimbingan dan konseling. Secara garis besar hambatan bimbingan dan
konseling dalam dikelompokkan dalam dua hal, yaitu 1) hambatan internal dan 2)
hambatan eksternal.
1. Hambatan Intermal.
Hambatan internal ini berkaitan dengan kompetensi konselor.
Kompetensi konselor meliputi kompetensi akademik dan kompetensi profesional.
Kompetensi akademik konselor yakni lulusan S1 bimbingan konseling atau S2
bimbingan konseling dan melanjutkan pendidikan profesi selama 1 tahun.
Kenyataan di lapangan membuktikan bahwa masih banyak di temukan diberbagai
sekolah SMP, MTs, MA, SMA, dan SMK guru BK non BK, artinya konselor sekolah
yang bukan berlatar pendidikan bimbingan konseling. Mereka diangakat oleh
kepala sekolah karena dianggap bisa atau mereka yang berasal dari sarjana
agama. Meskipun secara keilmuan mereka tidak mendalami tentang teori-teori
bimbingan konseling.
Kompetensi profesional terbentuk melalui latihan, seminar,
workshop. Untuk menjadi konselor profesional memerlukan proses dan waktu.
Konselor profesional membutuhkan jam terbang yang cukup matang. Di samping itu
masih juga ditemukan dilapangan, adanya manajemen bimbingan dan konseling yang
masih amburadul. Uman Suherman (2008), lebih lanjut menjelaskan mengenai
manajemen bimbingan dan konseling, layanan bimbingan dan konseling perlu
diurus, diatur, dikemudikan, dikendalikan, ditangani, dikelola,
diselenggarakan, dijalankan, dilaksanakan dan dipimpin oleh orang yang memiliki
keahlian, keterampilan, serta wawasan dan pemahaman tentang arah, tujuan,
fungsi, kegiatan, strategi dan indikator keberhasilannya.
2. Hambatan Eksternal.
a. Layanan Bimbingan dan Konseling
dapat dilakukan oleh siapa sajaBenarkah pekerjaan bimbingan konseling dapat dilakukan oleh
siapa saja? Jawabannya bisa saja “benar” dan bisa pula “tidak”. Jawaban
”benar”, jika bimbingan dan konseling dianggap sebagai pekerjaan yang mudah dan
dapat dilakukan secara amatiran belaka. Sedangkan jawaban ”tidak”, jika
bimbingan dan konseling itu dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip keilmuan
dan teknologi (yaitu mengikuti filosopi, tujuan, metode, dan asas-asas
tertentu), dengan kata lain dilaksanakan secara profesional. Salah satu ciri
keprofesionalan bimbingan dan konseling adalah bahwa pelayanan itu harus
dilakukan oleh orang-orang yang ahli dalam bidang bimbingan dan konseling.
Keahliannya itu diperoleh melalui pendidikan dan latihan yang cukup lama di
Perguruan Tinggi, serta pengalaman-pengalaman.
b. Bimbingan dan Konseling hanya untuk
orang yang bermasalah saja
Sebagian orang berpandangan bahwa BK itu ada karena adanya
masalah, jika tidak ada maka BK tidak diperlukan, dan BK itu diperlukan untuk
membantu menyelesaikan masalah saja. Memang tidak dipungkiri bahwa salah satu
tugas utama bimbingan dan konseling adalah untuk membantu dalam menyelesaikan
masalah. Tetapi sebenarnya juga peranan BK itu sendiri adalah melakukan
tindakan preventif agar masalah tidak timbul dan antisipasi agar ketika masalah
yang sewaktu-waktu datang tidak berkembang menjadi masalah yang besar. Kita
pastinya tahu semboyan yang berbunyi “Mencegah itu lebih baik daripada
mengobati”.
c.
Keberhasilan layanan BK tergantung
kepada sarana dan prasarana
Sering kali kita temukan pandangan bahwa kehandalan dan
kehebatan seorang konselor itu disebabkan dari ketersediaan sarana dan
prasarana yang lengkap dan mutakhir. Seorang konselor yang dinilai tidak bagus
kinerjanya, seringkali berdalih dengan alasan bahwa ia kurang didukung oleh
sarana dan prasarana yang bagus. Sebaliknya pihak konseli pun terkadang juga
terjebak dalam asumsi bahwa konselor yang hebat itu terlihat dari sarana dan
prasarana yang dimiliki konselor. Pada hakikatnya kehebatan konselor itu
dinilai bukan dari faktor luarnya, tetapi lebih kepada faktor kepribadian
konselor itu sendiri, termasuk didalamnya pemahaman agama, tingkah laku
sehari-hari, pergaulan dan gaya hidup.
d. Konselor harus aktif, sedangkan
konseli harus/boleh pasif
Sering kita temukan bahwa konseli sering menyerahkan
sepenuhnya penyelesaian masalahnya kepada konselor, mereka menganggap bahwa
memang itulah kewajiban konselor, terlebih lagi jika dalam pelayanan Bk
tersebut konseli harus membayar. Hal ini terjadi sebenarnya juga disebabkan
karena tak jarang konselor yang membuat konseli itu menjadi sangat
berketergantungan dengan konselor. Konselor terkadang mencitrakan dirinya
sebagai pemecah masalah yang handal dan dapat dipercaya. Konselor seperti ini
biasanya berorientasi pada ekonomi bukan pengabdian. Tak jarang juga konselor
yang enggan melepaskan konselinya, sehingga dia merekayasa untuk memperlambat
proses penyelesaian masalah, karena tentunya jika tiap pertemuan konseli harus
membayar maka akan semakin banyak keuntungan yang diperoleh konselor.
e.
Menganggap hasil pekerjaan Bimbingan
dan Konseling harus segera terlihat
Seringkali konseli (orangtua/keluarga konseli) yang
berekonomi tinggi memaksakan kehendak kepada konselor untuk dapat menyelesaikan
masalahnya secepat mungkin tak peduli berapapun biaya yang harus dikeluarkan.
Tidak jarang konselor sendiri secara tidak sadar atau sadar (karena ada faktor
tertentu) menyanggupi keinginan konseli yang seperti ini, biasanya konselor ini
meminta kompensasi dengan bayaran yang tinggi. Yang lebih parah justru kadang
ada konselor itu sendiri yang mempromosikan dirinya sebagai konselor yang mampu
menyelesaikan masalah secara tuntas dan cepat. Pada dasarnya yang mampu
menganalisa besar/kecil nya masalah dan cepat/lambat nya penanganan masalah
adalah konselor itu sendiri, karena konselor tentunya memahami landasan dan
kerangka teoritik BK serta mempunyai pengalaman dalam penanganan masalah yang
sejenisnya.
f.
Guru Bimbingan dan Konseling di
sekolah adalah “polisi sekolah”
Masih banyak anggapan bahwa bimbingan dan konseling adalah
“polisi sekolah”. Hal ini disebabkan karena seringkali pihak sekolah
menyerahkan sepenuhnya masalah pelanggaran kedisiplinan dan peraturan sekolah
lainnya kepada guru BK. Bahkan banyak guru BK yang diberi wewenang sebagai
eksekutor bagi siswa yang bermasalah. Sehingga banyak sekali kita temukan di
sekolah-sekolah yang menganggap guru Bk sebagai guru “killer” (yang ditakuti).
Guru (BK) itu bukan untuk ditakuti tetapi untuk disegani, dicintai dan
diteladani. Jika kita menganalogikan dengan dunia hukum, konselor harus mampu
berperan sebagai pengacara, yang bertindak sebagai sahabat kepercayaan, tempat
mencurahkan isi hati dan pikiran. Konselor adalah kawan pengiring, penunjuk
jalan, pemberi informasi, pembangun kekuatan, dan pembina perilaku-perilaku
positif yang dikehendaki sehingga siapa pun yang berhubungan dengan bimbingan
konseling akan memperoleh suasana sejuk dan memberi harapan. Kendati demikian,
konselor juga tidak bisa membela/melindungi siswa yang memang jelas bermasalah,
tetapi konselor boleh menjadi jaminan untuk penangguhan hukuman/pe-maaf-an bagi
konselinya. Yang salah tetaplah salah tetapi hukuman boleh saja tidak
diberikan, bergantung kepada besar kecilnya masalah itu sendiri.
C. Cara Mengatasi Hambatan-Hambatan
Seorang Konselor.
Sebagai
guru BK tentu kita sangat menaruh harapan besar agar BK dapat berjalan efektif
di sekolah. Kami merasa prihatin jika pelaksanakan tugas-tugas BK di sekolah
kurang maksimal, oleh karena itu untuk dapat mingkatkan kinerja BK disekolah
kita harus bekerja keras agar eksistensi BK disekolah dapat dakui keberadaanya
dan terasa manfaatnya baik terhadap siswa, guru, sekolah dan masyarakat., oleh
karenan itu ada beberapa saran yang dapat direnungkan dan dilaksanakan antara
lain adalah sebagai berikut :
- Buatlah program BK sesuai
dengan kubutuhan dan situasi kondisi sekolah
- Laksanakan program sesuai
dengan kemampuan anda dan sekolah
- Laksanakan sosialisasi tentang
tugas BK di Sekolah agar para siswa , guru dan kepala sekolah memahaminya
tentang tugas-tugas BK di sekolah.
- Jangan terlalu menuntut kepada
sekolah untuk melengkapi sarana dan prasarana BK jika sekolah
memang tidak mampu menyediakannya.Namun membuat usulan adalah hal
yang bijak untuk dilaksanakan.
- Kuasai konsep BK dan Jangan
malu bertanya jika anda memang tidak menguasai layanan BK disekolah,
bertanya lebih baik dari pada salah dalam melaksanakan layanan BK.
- Jalin kerja sama yang solid
antar guru BK melalui komunikasi intensif dalam forum MGBK, ABKIN dan
forum-forum lain yang dapat meningkatkan kinerja BK.
- Jangan memaksakan diri untuk
menangani kasus yang bukan menjadi tanggung jawab anda sepeti
narkotika, kasus-kasus Kriminal, atau kasu-kasus kelainan jiwa,
ingat bahwa betanggiung jawab sebatas siswa yang normal. Dan jika
hal ini terjadi di sekolah, maka segera kordinasi dengan pihak
terkait untuk segera di “ Referal “ atau alih tangankasuskan.
- Tumbuhkan Niat dan mantapkan
hati bahwa “ Saya akan menjadi guru BK yang professional mulai hari
ini.
Daftar Rujukan.
Amti, Erman dan Prayitno. 2008. DASAR-DASAR
BIMBINGAN DAN KONSELING. Jakarta. PT RINEKA CIPTA.
Djoko, B.S. 2009. DASAR-DASAR
BIMBINGAN DAN KONSELING. Malang. Universitas Negeri Malang.
http://www.scribd.com
/doc/4100071/Layanan-Bimbingan-Konseling-di-Sekolah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
komentt yoo..