BAB I
KUALIFIKASI, KOMPETENSI DAN KEGIATAN PROFESIONAL KONSELOR
Betapa bertabatnya profesi konselor di
sekolah. Profesi konselor ini benar-benar memberikan pelayanan yang bermanfaat
bagi para siswa yang mendapatkan pelayanan dari konselor. Dan dalam pelayanannyapun
tidak bisa sembarang orang untuk melakukannya, dalam pelayannya harus
benar-benar orang yang lulusan sarjana pendidikan (S-1) dalam bidang bimbingan
dan konseling, dan selain itu juga berpendidikan profesi konselor (PPK). Dan
juga memiliki pengakuan atas kewenangan sebagai konselor disekolah. Seperti
yang telah tertulis dalam Undang- Undang no 20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional.
A. Kualifikasi
Konselor harus memiliki :
(1) nilai, sikap, ketrampilan dan pengetahuan dalam bidang profesi
konseling,
(2) pengakuan atas kewenangannya sebagai konselor.
(3) Sarjana pendidikan (S-1) dalam
bidang Bimbingan dan Konseling.
(4) Berpendidikan profesi konselor
(PPK).
B. Kompetensi
Sosok utuh kompetensi konselor
terdiri atas dua komponen yang berbeda namun terintegrasi
dalam praksis sehingga tidak bisa dipisahkan yaitu kompetensi akademik dan
kompetensi profesional.
Kompetensi konselor sekolah sebagai suatu keutuhan
dari beberapa komponen, tidak hanya menyangkut penguasaan konsep tetapi juga unjuk
kerja. Ini mengindikasikan bahwa untuk mengungkap kompetensi, diperlukan
beberapa instrumen. Beberapa instrumen yang dipandang sesuai untuk digunakan
dalam penelitian ini, yaitu: tes “Uji Kompetensi Teoretik Konselor Sekolah”
untuk mengukur penguasaan konsep Bimbingan dan Konseling; pedoman wawancara
& observasi, serta pedoman dokumentasi digunakan untuk mengungkap
implikasi aktual Bimbingan dan Konseling di sekolah sebagai aplikasi kompetensi
yang dimiliki konselor dalam penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling.
1. MEMAHAMI SECARA MENDALAM KONSELI YANG HENDAK
DILAYANI
1. Menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan, individualitas, kebebasan memilih, dan mengedepankan kemaslahatan
konseli dalam konteks kemaslahatan umum
2. Mengaplikasikan
perkembangan fisiologis dan psikologis serta perilaku konseli
2. MENGUASAI LANDASAN TEORETIK BIMBINGAN DAN
KONSELING
1. Menguasai teori dan praksis pendidikan
2.
Menguasai esensi pelayanan bimbingan dan
konseling dalam jalur, jenis, dan jenjang, satuan pendidikan
3. Menguasai konsep dan praksis penelitian
dalam bimbingan dan konseling
4. Menguasai kerangka teoretik dan praksis bimbingan
dan konseling
3. MENYELENGGARAKAN BIMBINGAN DAN
KONSELING YANG MEMANDIRIKAN
1. Merancang
program Bimbingan dan Konseling
2. Mengimplementasikan program Bimbingan dan Konseling yang komprehensif
3. Menilai proses dan hasil kegiatan Bimbingan dan Konseling.
4. Menguasai konsep dan praksis asesmen untuk memahami kondisi, kebutuhan, dan
masalah konseli
4. MENGEMBANGKAN PRIBADI DAN PROFESIONALITAS
SECARA BERKELANJUTAN
1.
Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2.
Menunjukkan integritas dan
stabilitas kepribadian yang kuat
3.
Memiliki kesadaran dan
komitmen terhadap etika profesional
4.
Mengimplementasikan
kolaborasi intern di tempat
bekerja
5.
Berperan dalam organisasi dan
kegiatan profesi bimbingan dan konseling
6. Mengimplementasikan kolaborasi
antarprofesi
C. KEGIATAN PROFESIONAL KONSELOR
- Nilai, sikap, ketrampilan dan
pengetahuan
a.
Agar dapat memahami orang lain dengan sebaik-baiknya,
konselor harus terus menerus berusaha menguasai dirinya. Ia harus mengerti
kekurangan-kekurangan dan prasangka-prasangka pada dirinya sendiri yang dapat
mempengaruhi hubungannya dengan orang
lain dan mengakibatkan rendahnya mutu layanan profesional seerta merugikan
klien.
b. Dalam
melakukan tugasnya membantu klien, konselor harus memperlihatkan sifat-sifat
sederhana, rendah hati, sabar, menepati janji, dapat dipercayajujur, tertib,
dan hormat.
c.
Konselor harus
memiliki rasa tanggung jawab terhadap saran ataupun peringatan yang diberikan
kepadanya, khususnya dari rekan-rekan seprofesi dalam hubungannya dengan
pelaksanaan ketentuan-ketentuan tingkah laku profesional sebagaimana diatur
dalam Kode Etik ini.
d. Dalam
menjalankan tugas-tugasnya, konselor harus mengusahakan mutu kerja yang
setinggi mungkin. Untuk itu ia harus tampil menggunakan teknik-teknik dan
prosedur-prosedur khusus yang dikembangkan atas dasar kaidah-kaidah ilmiah.
2. Informasi, Testing dan Riset
a. Penyimpanan dan penggunaan Informasi
1) Catatan tentang diri konseli; wawancara, testing,
surat-menyurat, rekaman dan data lain merupakan informasi yg bersifat rahasia
dan hanya boleh dipergunakan untuk kepentingan konseli.
2) Penggunaan data/informasi dimungkinkan untuk keperluan
riset atau pendidikan calon konselor sepanjang identitas konseli dirahasiakan.
3) Penyampaian informasi tentang konseli kepada
keluarganya atau anggota profesi lain membutuhkan persetujuan konseli.
4) Penggunaan informasi tentang konseli dalam rangka
konsultasi dengan anggota profesi yang sama atau yang lain dapat dibenarkan
asalkan kepentingan konseli dan tidak merugikan konseli.
5) Keterangan
mengenai informasi profesional hanya boleh diberikan kepada orang yang
berwenang menafsirkan dan menggunakannya.
b. Testing
Suatu jenis
tes hanya diberikan oleh konselor yang berwenang menggunakan dan menafsirkan
hasilnya.
1. Testing
dilakukan bila diperlukan data yang lebih luas tentang sifat, atau ciri
kepribadian subyek untuk kepentingan pelayanan
2.
Konselor wajib
memberikan orientasi yg tepat pada konselidan orang tua mengenai alasan
digunakannya tes, arti dan kegunaannya.
3.
Penggunaan satu jenis tes wajib
mengikuti pedoman atau petunjuk yg berlaku bagi tes tersebut
4.
Data hasil testing wajib
diintegrasikan dengan informasi lain baik dari konselimaupun sumber lain
5. Hasil testing hanya dapat diberitahukan pada
pihak lain sejauh ada hubungannya dgn usaha
bantuan kepada konseli
c. Riset
1. Dalam
mempergunakan riset thdp manusia, wajib dihindari hal yang merugikan subyek
2. Dalam melaporkan hasil riset, identitas
konseli sebagai subyek wajib dijaga kerahasiannya.
BAB II
HUBUNGAN KONSELING
Dalam
kode etik profesi konselor Indonesia yang ditetapkan oleh Asosiasi Bimbingan
Konseling Indonesia (ABKIN), tanggung jawab seorang konselor diatur dalam Bab
II Hubungan Konseling. Tanggung jawab konselor dapat dibagi menjadi :
a. tanggung jawab konselor terhadap siswa
b. tanggung jawab konselor terhadap kolega/pihak sekolah
b. tanggung jawab konselor terhadap kolega/pihak sekolah
c.
tanggung jawab terhadap diri pribadi
konselor sendiri dan
d.
tanggung jawab terhadap organisasi
profesi.
Berikut
dibawah ini penjelasan tanggung jawab dan implementasinya di sekolah :
a. Tanggung
jawab konselor terhadap siswa
Kewajiban
utama seorang konselor adalah memperlakukan siswa sebagai individu yang unik
dengan sikap respek yang ditunjukkan dengan sikap konselor yang bersahabat
dengan siswanya, konselor juga harus dekat dengan siswanya sehingga konseli
tidak segan untuk berkonsultasi dengan konselor saat membutuhkan bantuan.
Konselor secara penuh bertanggung jawab mengembangkan potensi atau kebutuhan
konseli dan mendorong konseli untuk mencapai perkembangan yang optimal yang
dibuktikan dengan keprofesionalan kerja konselor. Konselor dilarang untuk
mendorong siswa menerima nilai, gaya hidup dan keyakinan yang menjadi orientasi
pribadi konselor sendiri, dalam artian saat proses konseling terjadi konselor
menyerahkan sepenuhnya keputusan akhir kepada konseli, konselor hanya memberikan
alternatif-alternatif saja. Konselor juga bertanggung jawab memelihara hak-hak
konseli, seperti hak untuk mendapatkan bantuan konseling, hak untuk mendapatkan
layanan bimbingan secara menyeluruh dan hak untuk dijaga kerahasiaanya termasuk
juga data hasil tes kepribadian, IQ, bakat, minat dan sikap maupun data-data
lainnya. Data-data tersebut bisa juga diberikan kepada pihak-pihak lain, dengan
catatan data tersebut tersebut diberikan atas pertimbangan khususnya demi
kebaikan konseli sendiri dan tentu saja harus atas izin konseli yang
bersangkutan.
b. Tanggung
jawab konselor terhadap orang tua
Orang
tua siswa merupakan salah satu mitra kerja konselor dalam memfasilitasi
perkembangan siswa secara optimal sehingga tercipta hubungan kerjasama
(kolaborasi) konselor dengan orang tua siswa, sehingga dalam hal ini biasanya
sekolah akan memberikan jadwal pertemuan rutin secara umum antara guru
(termasuk didalamnya guru BK) dengan orang tau siswa maupun pertemuan rutian
secara khusus yang dibuat oleh guru BK/konselor dalam rangka menjalin
komunikasi secara terus menerus antara konselor dengan orang tua siswa/wali
murid. Pertemuan-pertemuan secara umum maupun khusus itulah yang dijadikan
momen oleh konselor untuk memberikan informasi kepada orang tua siswa/wali
murid tentang peranan konselor termasuk didalamnya hubungan konseling yang
sifatnya rahasia antara konselor dan konseli, namun jika dibutuhkan dan atas
kebaikan konseli data-data konseli juga berhak diberikan kepada orang tua
siswa/wali murid dengan atas izin konseli. Data yang diberikan harus bersifat
akurat(sesuai perkembangan konseli), komprehensif(menyeluruh) dan
relevan(sesuai) dengan tujuan yang ingin dicapai. Komunikasi yang dijalin
adalah berupa sharing informasi tentang konseli yang bersangkutan.
c. Tanggung
jawab terhadap kolega/pihak sekolah
Konselor dituntut untuk membangun dan
memelihara hubungan kooperatif dengan kepala sekolah, guru-guru dan staf
sekolah dalam rangka memfasilitasi pelaksanaan program layanan bimbingan dan
konseling, yang dibuktikan dengan sikap keterbukaan konselor dalam menerima
masukan, pendapat dan kritikan dari seluruh stakeholder di disekolah dengan
tujuan khususnya demi pengembangan dan perbaikan program layanan bimbingan dan
konseling yang lebih baik dan tujuan pendidikan pada umumnya.
d. Tanggung
jawab terhadap dirinya sendiri
Konselor
harus menyadari bahwa karakteristik pribadi konselor memberikan dampak terhadap
kualitas layanan konseling yang diberikannya sehingga konselor dituntut untuk
mampu menjadi figur yang menjadi teladan bagi siswanya dengan moral dan
nilai-nilai keluhuran budi pekerti yang dimilikinya termasuk didalamnya rasa
empati. Dengan sikap tersebut siswa akan respek dengan pribadi konselor dan
tidak sungkan untuk berhubungan dengan konselor ketika membutuhkan bantuan.
Konselor juga harus sadar bahwa dirinya memiliki batas kemampuan, dalam artian
konselor harus memahami mana masalah yang mampu ditanganinya dan mana masalah
yang tidak mampu ditanganinya sehingga dalam istilah konseling ada yang disebut
dengan alih tangan kasus. Konselor juga dituntut untuk terus mengembangkan
wawasan, pengetahuan, dan keahlian serta kualitas kepribadiannya, semua itu
bisa diperoleh melalui diklat-diklat atau pelatihan-pelatihan kompetensi maupun
sumber-sumber lain demi tujuan perbaikan layanan bimbingan dan konseling yang
lebih baik.
e. Tanggung
jawab terhadap organisasi profesi
Dalam
melaksanakan hak dan kewajibannya, konselor wajib mengaitkannya dengan tugas
dan kewajibannya terhadap konseli dan profesi sesuai kode etik untuk
kepentingan dan kebahagiaan konseli. Dalam hal ini konselor harus paham betul
bahwa dirinya adalah seorang pembimbing yang punya kewajiban penuh untuk
membimbing peserta didik/siswanya menuju kearah perkembangan yang optimal dan
bekerja secara jujur tidak menyalahgunakan jabatannya untuk maksud mencari
keuntungan pribadi atau maksud lain yang merugikan konseli, menerima komisi
atau balas jasa dalam bentuk yang tidak wajar. Semua yang mengatur tentang ini
diatur dalam kode etik yang diputuskan dalam organisasi Asosiasi Bimbingan
Konseling Indonesia (ABKIN) sebagai organisasi profesi yang menaunginya yang
wajib dipatuhinya.
Bab iiI
Kerahasian
dalam berkomunikasi dan hal-hal yang bersifat pribadi
Etika konseling berarti suatu
aturan yang harus dilakukan seorang konselor dan hak-hak klien yang harus
dilindungi oleh seorang konselor. Selama proses konseling berlangsung, seorang
konselor harus bertanggung jawab terhadap kliennya dan dirinya sendiri.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, salah satunya adalah asas
kerahasiaan yaitu konselor harus bertanggung jawab untuk menjaga kerahasiaan
atau menuntut dirahasiakannya
segenap data dan keterangan tentang peserta didik (klien), yaitu data atau
keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain. Dalam
hal ini, guru pembimbing berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua data
dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin ( Syamsu Yusuf
& A. Juntika Nurihsan, 2006 :22)
Ada kalanya pelayanan bimbingan dan konseling berkenaan
dengan individu atau siswa yang bermasalah. Masalah biasanya merupakan suatu
yang harus dirahasiakan. Adakalanya dalam proses konseling siswa enggan
berbicara karena merasa khawatir apabila rahasianya diketahui orang lain
termasuk konselornya, apalagi apabila konselornya tidak dapat menjaga rahasia
kliennya. Apa pun yang sifatnya rahasia yang disampaikan klien kepada konselor,
tidak boleh diceritakan kepada orang lain meskipun kepada keluarganya.
Asas kerahasiaan merupakan asas kunci dalam upaya bimbingan
dan konseling. Jika asas ini benar-benar dijalankan maka penyelenggaraan
bimbingan dan konseling akan mendapat kepercayaan dari para siswanya dan
layanan bimbingan dan konseling akan dimanfaatkan secara baik oleh siswa, dan
jika sebaliknya para penyelenggara bimbingan dan konseling tidak memperhatikan
asas tersebut, layanan bimbingan dan konseling (khusus yang benar-benar
menyangkut kehidupan siswa) tidak akan mempunyai arti lagi, bahkan mungkin
dijauhi oleh para siswa ( Dewa Ketut Sukardi, 2008 :46-47)
Di antara
asas-asas bimbingan dan konseling, asas
kerahasiaan merupakan asas yang sangat menentukan dalam layanan
bimbingan dan koseling, hal ini juga menjadi kunci keberhasilan pelaksanaan
layanan bimbingan dan konseling di sekolah. Dengan kata lain proses bimbingan
dapat berlangsung dengan baik jika guru pembimbing dapat menjamin kerahasiaan
data siswa. Menjaga kerahasiaan data siswa sangat diperlukan agar siswa dapat
dengan leluasa mengungkapkan permasalahannya tanpa ragu-ragu. Akan tetapi, jika
guru pembimbing tidak dapat menjaga kerahasiaan data siswa, hal ini akan
menghilangkan kepercayaan siswa terhadap guru pembimbing. Akibatnya, siswa
merasa enggan mengungkapkan permasalahannya, secara jujur dan terbuka kepada
guru pembimbingnya sehingga jalan keluar dari permasalahan siswa tersebut
menjadi tak menentu.
Menurut Munro,
dkk yang dikutip oleh Prayitno (2004:290), “menjaga kerahasiaan merupakan salah
satu kode etik konseling.” Pada bagian lain Prayitno mengungkapkan pula bahwa
menjaga kerahasiaan siswa itu merupakan janji konselor (orang yang memberi
bimbingan) yang isinya sebagai berikut:
Menyatakan
bahwa saya sanggup dan bersedia menerima, menyimpan, memelihara, menjaga, dan
merahasiakan segala data atau keterangan yang saya terima, baik dari klien saya
atau dari siapa pun juga, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak
layak diketahui oleh orang lain.
Salah satu
indikator guru pembimbing belum mentaati asas kerahasiaan dapat diketahui dari
gejala siswa yang masih segan bercerita secara terbuka dan jujur kepada guru
pembimbing mengenai perihal permasalahannya. Keengganan mereka menceritakan
permasalahan yang sesungguhnya kepada guru pembimbing karena adanya timbul
kecurigaan siswa terhadap guru pembimbing yang kadang-kadang bercerita di depan
kelas (tanpa disadari) dengan menampilkan contoh-contoh kasus yang isinya mirip
dengan permasalahan yang dialami siswa yang bersangkutan. Tentu saja, siswa
lain yang mendengarnya akan menaruh curiga, hal ini dapat menyebabkan siswa
tersebut segan kemudian akhirnya takut jika berhadapan dengan guru
pembimbingnya. Jika sudah demikian, pupuslah harapan guru pembimbing untuk
menyelesaikan kasus yang sedang ditanganinya.
BAB IV
EVALUASI, ASESMEN
DAN INTERPRETASI
Konselor bisa menerapkan
asesmen sebagai komponen dari proses konseli dan disesuaikan pada pribadi
konseli dan budaya yang dimiliki. Dengan begitu konselor bisa memberikan makna
kepada konseli dengan membangun dan menggunakan asesmen pendidikan, psikologi
dan karir.
A.
Asesmen
Tujuan utama dari asesmen karir, psikologi dan
pendidikan adalah untuk menyediakan pengukuran yang valid, dalam rangka
memperoleh data yang akurat mengenai konseli dan lingkungannya. Assesmen yang
dilakukan tidak hanya terbatas pada: pengukuran bakat, kepribadian, minat, dan
intelegensi.
B.
Kesejahteraan konseli
Konselor tidak diperkenankan untuk menyalahgunakan
hasil asesmen dan interpretasinya, dan konselor harus mencegah terjadinya
penyalahgunaan. Konselor harus menghormati hak konseli untuk mengetahui hasil
dan interpretasi yang dibuat, dan melihat keputusan dan rekomendasi yang dibuat
konseli.
Kompetensi dalam menggunakan asesmen meliputi :
1.
Pemahaman
terhadap keterbatasan kompetensi
2.
Pemahaman
terhadap penggunaan hasil asesmen secara tepat
3.
Pengambilan
keputusan yang berbasis hasil asesmen
Pemberian ijin memberi informasi dalam asesmen
dilakukan dengan :
1.
Memberikan
penjelasan kepada konseli
2.
Memberikan
penjelasan kepada penerima hasil
Berikut Implementasinya pada
lingkungan sekolah :
Asesmen adalah kegiatan konselor yang berkaitan
dengan pengambilan keputusan sehingga berguna untuk membantu pelaksanaan
pembelajaran dan pencapaian kompetensi serta hasil belajar peserta didik yang
mengikuti proses pembelajaran.
Untuk itu, diperlukan data sebagai
informasi yang dapat diandalkan sebagai dasar pengambilan keputusan. Data yang
diperoleh konselor akan dijaring dan dikumpulkan melalui prosedur dan alat
penilaian yang sesuai dengan kompetensi atau indikator yang akan dinilai. Dari
proses ini, diperoleh profil kemampuan peserta didik dalam mencapai sejumlah
standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dirumuskan dalam Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan masing-masing.
Kemudian konselor dapat melakukan langkah-langkah
seperti perencanaan, penyusunan alat penilaian, pengumpulan informasi melalui
sejumlah bukti yang menunjukkan pencapaian hasil belajar peserta didik,
pengolahan, dan penggunaan informasi tentang hasil belajar peserta didik.
Asesmen dilaksanakan melalui berbagai
teknik/cara, antara lain: penilaian cara belajar, penilaian sikap, penilaian
tertulis, penilaian proyek, penilaian diri dan lain sebagainya.
Konselor melakukan semua kegiatan dalam asesmen
untuk bisa menangkap sejauh mana para peserta didik bisa paham dan mengerti
dalam apa yang diterimanya dalam proses pembelajaran dan setelah itu konselor
bisa memberikan masukan kepada para wali dan para pengajar bidang studi untuk
membantu mencarikan metode yang tepat sebagai cara mengajar yang lebih efektif
dan efisien kepada para peserta didik disekolah tersebut.
BAB V
PELANGGARAN TERHADAP KODE ETIK
A. Pendahuluan
Konselor wajib mengkaji secara sadar tingkah laku dan perbuatannya bahwa
ia mentaati kode etik. Konselor wajib senantiasa mengingat bahwa setiap
pelanggaran terhadap kode etik akan merugikan diri sendiri, konseli, lembaga
dan pihak lain yg terkait. Pelanggaran terhadap kode etik akan mendapatkan
sangsi yang mekanismenya menjadi tanggung jawab Dewan Pertimbangan Kode Etik
ABKIN sebagaimana diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ABKIN, Bab X, Pasal 26
ayat 1 dan 2 sebagai berikut:
1)
Pada organisasi tingkat nasional dan
tingkat propinsi dibentuk DEWAN PERTIMBANGAN KODE ETIK BIMBINGAN DAN KONSELING INDONESIA .
2)
Dewan Pertimbangan Kode Etik
Bimbingan dan Konseling Indonesia
sebagaimana yang dimaksud oleh ayat (1) mempunyai fungsi pokok:
a. Menegakkan penghayatan dan pengalaman
Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia.
b. Memberikan pertimbangan kepada Pengurus
Besar atau Pengurus Daerah ABKlN atau adanya perbuatan melanggar Kode Etik
Bimbingan dan Konseling oleh Anggota setelah mengadakan penyelidikan yang
seksama dan bertanggungjawab.
c. Bertindak sebagai saksi di pengadilan
dalam perkara berkaitan dengan profesi bimbingan dan konseling.
B. Bentuk Pelanggaran
1.
Terhadap
Konseli
a.
Menyebarkan/membuka rahasia konseli
kepada orang yang tidak terkait dengan kepentingan konseli.
b. Melakukan perbuatan asusila (pelecehan
seksual, penistaan agama, rasialis).
c.
Melakukan
tindak kekerasan (fisik dan psikologis) terhadap konseli.
d. Kesalahan dalam melakukan pratik
profesional (prosedur, teknik, evaluasi, dan tindak lanjut).
2. Terhadap Organisasi Profesi
a.
Tidak mengikuti
kebijakan dan aturan yang telah ditetapkan oleh organisasi profesi.
b.
Mencemarkan nama baik profesi
(menggunakan organisasi profesi untuk kepentingan pribadi dan atau kelompok).
3. Terhadap Rekan Sejawat dan Profesi Lain
Yang Terkait
a. Melakukan tindakan yang menimbulkan
konflik (penghinaan, menolak untuk bekerja sama, sikap arogan).
b. Melakukan referal kepada pihak yang
tidak memiliki keahlian sesuai dengan masalah konseli.
C. Sangsi Pelanggaran
Konselor wajib mematuhi kode etik profesi
Bimbingan dan Konseling. Apabila terjadi pelanggaran terhadap kode etik Profesi
Bimbingan dan Konseling maka kepadanya diberikan sangsi sebagai berikut.
1.
Memberikan
teguran secara lisan dan tertulis.
2.
Memberikan
peringatan keras secara tertulis.
3.
Pencabutan
keanggotan ABKIN.
4.
Pencabutan
lisensi.
5. Apabila terkait dengan permasalahan
hukum/ kriminal maka akan diserahkan pada pihak yang berwenang.
D. Mekanisme Penerapan Sangsi
Apabila
terjadi pelanggaran seperti tercantum diatas maka mekanisme penerapan sangsi
yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Mendapatkan pengaduan dan informasi
dari konseli dan atau masyarakat.
2. Pengaduan disampaikan kepada dewan kode
etik di tingkat daerah.
3. Apabila pelanggaran yang dilakukan
masih relatif ringan maka penyelesaiannya dilakukan oleh dewan kode etik
di tingkat daerah.
4. Pemanggilan konselor yang bersangkutan
untuk verifikasi data yang disampaikan oleh konseli dan atau masyarakat.
5. Apabila berdasarkan hasil verifikasi
yang dilakukan oleh dewan kode etik daerah terbukti kebenarannya maka
diterapkan sangsi sesuai dengan masalahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
komentt yoo..